Pages

Minggu, 22 Januari 2012

Travel Story - petualangan "boros' ke kota jogja

       satu hari sebelum hari keberangkatan, tempat reservasi tiket kereta luar kota di stasiun pasar senen terlihat antrian cukup panjang. hari itu sudah sore, antrian sudah tidak terlalu panjang lagi. dipapan pengumuman tertulis nama beberapa kereta ekonomi yang ditandai dengan huruf "h" itu artinya tiket tersebut sudah habis bahkan hingga tujuh hari kedepan sehingga antrian calon penumpang kereta kelas bisnis terlihat lebih menumpuk dari pada calon penumpang kereta ekonomi yang kebanyakan tiketnya telah habis terjual. akhirnya saya memutuskan untuk masuk kebarisan calon penumpang kereta bisnis. tujuan akhir saya adalah stasiun jogjakarta. barisan semakin lama semakin pendek dan saya semakin maju kedepan loket pemesanan. didepan loket saya memesan satu tiket kereta bisnis senja utama jogja jurusan stasiun tugu jogjakarta untuk keberangkatan keesokan harinya, harga tiket kereta tersebut Rp 130rb untuk sekali jalan, di tiket tercantum nomor tempat duduk dan nomor gerbong sehingga penumpang duduk dengan teratur.




         perjalanan diawali dari stasiun pasar senen jam setengah 8 malam, kereta masih belum tampak, kereta bisinis sawunggalih jurusan kutoarjo datang terlebih dahulu, terlambat 30 menit dari jadwal semula. penumpang yang tadinya duduk di pelataran stasiun mulai menyesaki peron. tidak lama setelah penumpang naik, kereta itu kembali melanjutkan perjalanannya. hujan mulai turun, namun pandangan kearah ujung peron tidak dapat dialihkan, sampai suatu cahaya diujung peron menggerakkan para calon penumpang merapat. itu adalah kereta senja utama jogja. penumpang dengan tertib masuk, suasana didalam kereta sangat berbeda dengan diluarnya, yang sedang hujan. bangku - bangku kosong mulai terisi oleh penumpang. perjalanan sendiri ini terasa sangat membosankan, hingga kantuk datang menyerang.
          tidak terasa sudah dini hari ketika aku terbangun saat kereta berhenti lama di stasiun kutuarjo. tinggal beberapa stasiun lagi menuju Tugu. saya melihat arloji yang sudah menunjukan pukul 4 dini hari. beberapa pedagan mulai memasuki kereta, menjajakan sejumlah makanan kepada penumpang, hingga kereta kembali melanjutkan perjalanannya setelah berhenti sekitar setengah jam di stasiun ini. beberapa stasiun dilewati, itu membutuhkan waktu satu jam untuk sampai ke Stasiun Tugu.
                                                            suasana pagi stasiun Tugu
          jam 5.30, kereta tiba distasiun Tugu, stasiun ini cukup luas. pertama yang saya lakukan adalah mencari tempat shalat, yang terdapat disebelah pelataran luas stasiun. disebelahnya juga ada fasilitas WC gratis yang keadaannya cukup terawat. setelah shalat, saya duduk sebentar menunggu matahari keluar dari peraduannya. setelah dirasa cukup beristirahat, saya kembali melanjutkan perjalanan, namun sebelum itu saya mengantri tiket untuk pulang kejakarta hari itu juga. setelah mengantri cukup lama, saya bernasib kurang beruntung, tiket kejakarta habis terjual, sehingga memaksa saya untuk keterminal Giwangan, membeli tiket bus ke jakarta. namun sebelum itu saya berjalan - jalan sejenak di malioboro, yang sepi disaat pagi. setelah puas berjalan - jalan dimalioboro, saya melanjutkan perjalanan ke terminal giwangan menggunakan Trans Jogja dari halte Malioboro yang tak jauh dari stasiun tugu.


                                                            Jl. Malioboro dan TransJogja
                 sampai diterminal Giwangan, saya langsung menuju penjualan tiket, namun sebelumnya harus membeayar tiket masuk terminal seharga Rp.200,-. bis santoso menjadi pilihan saya, dengan Rp.90.000,- saya mendapat satu tiket kejakarta. setelah mendapat tiket, kembali saya mengandalkan TransJogja untuk mengantarkan saya ke Candi Prambanan. perjalanan ditempuh dari shelter Giwangan selama 1 jam dengan 1x transit. tidak terlalu membosankan melihat jalanan Jogja yang sepi mobil pribadi yang sering kali menjadi sumber kemacetan. sesampai di shelter prambanan, saya mesti berjalan lagi cukup jauh, untuk mencapai gerbang Candi. saya diberi pilihan tiket, yaitu tiket Candi prambanan saja, 30.000 atau + paket wisata Petilasan Ratu Boko, 40.000. saya memilih pilihan kedua. dari prambanan ke petilasan Ratu Boko, petugas Prambanan menyediakan shuttle, karena letaknya yang berada diatas bukit yang cukup jauh dari Prambanan.








                                                            suasana Petilasan Ratu Boko
        puas berjalan - jalan di petilasan ratu boko, saya kembali melanjutkan perjalanan dengan shuttle ke candi prambanan. berbeda dengan petilasan ratu boko yang sepi, di prambanan sangat banyak wisatawan, asing maupun lokal. candi - candi besar berdiri tegap menantang langit.














                                                         suasana di Candi Prambanan
                saya kembali melihat arloji, ternyata dua jam lagi bis saya akan berangkat. saya bergegas kembali ke terminal. beruntung saya tidak harus menuggu bis terlalu lama di terminal prambanan. bis itu langsung datang dan membawa saya ke terminal giwangan. diterminal giwangan saya makan terlebih dahulu, sambil menunggu bis datang. tepat jam 3 sore bis datang, namun saya harus berpindah bis disekitar wilayah semarang tempat terminal bis - bis jenis ini. semalaman berada didalam bis tidak terlalu membuat saya letih. ketika dini hari udara dalam bis terasa sangat dingin, saat itu bis tengah melaju di tol sekitar daerah Karawang yang berarti sudah dekat untuk sampai dijakarta. dan akhirnya sekita jam setengah enam bis tiba di terminal pulogadung, saya turun dan langsung naik bis kerah tempat tinggal saya.
                                                    didalam terminal Giiwangan

Selasa, 17 Januari 2012

Cerpen JEJAK - teman adalah nyawa 2

       Sesuatu berukuran besar , hitam dan hidup meloncat dari balik semak yang rimbun didepan fajrin. Taring yang menjulur keluar dari mulut menandakan itu adalah seekor babi hutan yang besar. Bulunya yang hitam sama dengan matanya menatap fajrin yang sedang memegang sebuah parang. Darah mulai menetes dari tangan kiri fajrin, terlihat sekali tangannya terkena taring besar si babi hutan. Namun fajrin belum menyadari hal itu. Ia menyerang secara brutal dengan parangnya. Babi hutan itu mati dengan luka sayatan di leher setelah fajrin berhasil menungganginya dan menyayatnya tepat di kerongkongan babi itu. Ia menyeret babi itu melewati semak yang tak terlalu tinggi. Dibalik semak itu terlihat sekali cahaya api unggun yang dibuat okta dengan membakar beberapa kayu dan dedaunan kering. ”hey lihat, babi ini cukup untuk kita berempat” fajrin muncul dari balik semak dengan hasil buruannya. “babi hutan, jangan pernah berharap aku memakannya. Agama ku melarang ku untuk memakan itu” okta sedikit terkejut melihat babi hutan besar yang berhasil ditaklukan fajrin. “ayolah hanya ini yang bisa kudapat” fajrin menghempas hasil buruannya kedepan api unggun. “aku akan memakan dedaunan saja” okta mulai geram dengan fajrin yang terus mengajaknya memakan hasil buruannya. “baiklah, baiklah. Kita buang saja babi ini. Aku hanya ingin membunuhnya untuk keselamatan kita”fajrin. “yasudah, terimakasih untuk perlindungan mu” okta. “ya. Apakah ada sedikit gerakan dari mereka berdua?” fajrin melihta kearah klara dan andi yang masih pnigsan diatas deddaunan kering yang sudah mereka bersihkan. “tidak ada. Namun mereka masih bernafas” okta menengok kedua temannya yang masih tergeletak pingsan disampingnya. “kuharap mereka sadar saat pagi esok, karena aku benar – benar tidak punya ide untuk keluar dari hutan ini” fajrin mencoba berbaring diatas dedaunan kering yang sudah di susun rapi sehingga nyaman untuk ditiduri.
            Pesawat bergemuruh, mereka yang ada didalam pesawat panik. Doa – doa terus memenuhi  ruang kapal. Mereka yang berusaha tenang hanya terus meminta keselamatan kepada tuhan mereka yang pada akhirnya mengabaikan mereka. Didalam pesawat ada sekitar sepuluh orang penumpang. Pesawat jenis cassa itu terbang tinggi di hutan kalimantan membawa para pecinta alam dari jakarta. Angin kencang beserta hujan menerpa pesawat hingaa hilang kendali. Pesawat itu pun akhirnya tak mampu lagi menghadapi badai dan terjun bebas dari langit kalimantan. Para penumpang mulai memakai parasut dengan cepat. “cepatlah klara, pesawat ini akan hancur menghantam tanah beberapa menit lagi” andi berusaha  memakaikan tas parasut kepada klara. “hey teman cepatlah terjun atau kalian akan mati” fajrin bergegas ke pintu darurat diikuti okta dibelakangnya. Pesawat sudah tinggal beberapa kaki saja dengan tanah, guncangan dan suara bel darurat terus menakuti para penumpang. Hanya tinggal empat orang saja yang belum terjun. Mereka mencoba mencari tempat dan saat yang tepat untuk terjun. “sekarang !!” fajrin dan okta terjun diikuti andi dan klara. Andi tampak pucat saat melihat kebawah. Boom!!  Pesawat itu mengahantam tanah seperti setelah terlebih dahulu membuka ranting – ranting pepohonan yang lebat. Klara terus memejamkan mata dengan parasutnya yang terbuka. Ia juga terus memegangi tangan andi, sehingga parasut mereka terlihat seperti bersatu. Wajah andi pucat saat melihat kebawah. Ia phobia dengan ketinggian. Namun ia tetap memberanikan diri untuk melindungi sahabatnya. Okta dan fajrin jatuh kira – kira seratus meter dari andi dan klara yang masih dihempas angin menjauh dari okta dan fajrin yang terlihat selamat. Dan sedang berusaha mencari penumpang yang selamat. Klara terhempas ke ranting – ranting pohon dan meluncur bebas dengan parasutnya yang  koyak kedalam sungai yang tengah berarus deras. Tubuhnya terbawa arus itu. Andi jatuh tak jauh dari klara. Ia berada di tepian sungai. Klara masih terombang – ambing dihempas arus. Andi terjun ke dalam sungai stelah melepas parasutnya. Fajrin melihat andi melompat kesungai, ia berlari mencoba melihat apa yang terjadi. Ia cukup lega masih ada yang selamat selain ia dan okta.
            Wajah klara yang masih pingsan terlihat cemas. Okta terbangun , ia merasa klara sudah mulai sadar namun masih tenggelam dalam mimpi. Andi lebih dulu terbangun, ia langsung meminum air ramuan aneka dedaunan yang diracik okta. Fajrin masih tertidur. “jangan bangunkan dia, biarkan ia bangun sendiri” andi melarang okta yang tengah mencoba membangunkan klara.” Tapi nampaknya ia bermimpi buruk” okta coba mempertahankan idenya dan terus mengguncang – guncang tubuh klara.

       Angin berhembus pelan diantara sela pepohonan yang terlihat sedikit bergerak karenanya. Empat remaja yang selamat itu masih bertahan diantara dedaunan kering yang berjatuhan dari pepohonan. Hutan begitu lebat hingga hanya sedikit sinar hangat mentari yang sanggup menembus dedaunan. Walau mentari tidak dapat menembus hutan, udara tetap terasa hangat. Klara sudah mulai pulih dari pingsannya. Okta terus mendampinginya walau mereka tak saling kenal, mereka bernasib sama, itulah yang membuat mereka merasa dekat satu sama lain. Andi berusaha melawan sakit di kepalanya yang terbentur batu saat berusaha mengejar klara yang terbawa arus.  Ada sedikit goresan dipelipisnya namun andi masih dapat mengendalikan rasa sakitnya. Ia coba duduk sendiri dibawah sebuah pohon besar, memikirkan apa yang harus mereka lakukan setelah ini. Ia mencoba menerka – nerka beberapa kemungkinan. Fajrin merebahkan dirinya dekat api unggun yang sudah mati, mencoba melihat keatas, terkadang ia melihat elang yang berputar – putar diatas mereka dan terkadang juga pancaran cahaya matahari  menyilaukan matanya sehingga ia berpindah ketempat yang lebih teduh. Mereka hanya merenung, tidak tahu apa yang harus dilakukan hingga malam tiba dan api unggun kembali menyala.
“sebaiknya besok kita beranjak dari tempat ini. Lebih baik bergerak daripada hanya duduk diam saja disini” andi membuka pembicaraan diantara mereka berempat. “apa kau tahu jalan keluar dari sini, karna lebih baik duduk disini daripada kita berjalan tanpa arah keluar sana” fajrin mencoba menemukan keyakinan dari kata – kata andi. “kita harus berjalan lurus kearah manasaja” andi. “ apa kau gila jika begitu kita bisa saja masuk kedalam hutan ini lebih dalam lagi” fajrin mulai mendebat pernyataan andi. “tapi kemungkinan lain kita akan keluar dari sini” andi. “kemungkinannya sangat kecil bung, dengar. Saat ini mungkin tim SAR sedang mencari kita. Jadi bisa saja mereka menemukan kita disini.”fajrin. “dihutan selebat ini kurasa akan sulit bagi tim itu menemukan kita, satu – satunya jalan adalah usaha dari kita sendiri” andi. Fajrin terdiam. “aku setuju dengan andi lebih baik berusaha daripada tidak sama sekali” okta akhirnya berbicara setelah terdiam menyimak perdebatan andi dan fajrin. “ya aku juga setuju” klara juga ikut mendukung. Fajrin hanya diam. Mereka semua memutuskan untuk beranjak dari tempat mereka besok pagi. Malam ini terang, bulan purnama sedang bersinar, gonggongan anjing hutan menyambutnya dengan merdu.
Mentari belum muncul dari peraduannya, udara terasa menusuk tulang, dedaunan tersa lembab, mereka berkemas. Tas yang mereka bawa tidak terlalu besar lagi, karena sebagian beban ditinggalkan untuk memudahkan perjalanan. Andi berada dipaling depan barisan, memimpin teman - temannya yang lain, fajrin berada dipaling belakang untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka mulai berjalan perlahan , tangan andi terampil mematahkan semak – semak yang ada didepanya sehingga membentuk jalan bagi teman – temannya. Tanah agak berlumpur karena kelembaban hutan, sehingga cukup sulit berjalan diatasnya. Setengah hari mereka berjalan namun hanya pemandangan yang sama yang mereka lihat, yaitu pohon besar. Bahkan tiada pohon kecil yang tampak, semak – semak pun kian menyempit dan meninggi. Pada akhirnya mereka menemukan sebuah tempat cukup luas dan kering, okta dan klara coba membersihkan tempat itu. Sementara andi dan fajrin berpencar mencari kayu bakar. Malam kembali tiba dan mereka tampak kelelahan, fajrin coba memijat kakinya  dipojok semak yang masih terjangkau oleh cahaya api unggun.  Sudah seharian mereka tidak makan, badan mereka terasa lemas. Okta mengeluarkan bebrapa buah – buah hutan yang dapat dimakan dari tasnya. Ia mengambilnya selagi dalam perjalanan. Bentuk buah – buah itu terasa asing bagi mereka , namun karena rasa lapar akhirnya mereka memakannya. Rasa buah – buah itu tidak seburuk kelihatanya.
“dari mana kau tahu buah – buah ini tidak beracun” fajrin mendekat kearah teman – temannya. “karna beberapa burung di hutan ini kulihat memakan buah ini, dan mereka baik – baik saja” okta. “ya itu alasan yang cukup untukku” fajrin mengambil beberapa dan melahapnya. Mereka memakan habis buah itu. “cukup mengenyangkan dan melegakan” andi. “ya ini bisa membantu tubuh kita bertahan untuk perjalanan esok” klara. “baiklah kurasa istirahat yang cukup juga penting” okta bergerak mengambil posisi yang nyaman untuk tidur. Mereka terlelap dengan api unggun sebagai satu – satunya sinar bagi mereka.
            Hari kedua perjalanan mereka mulai terbiasa dengan lumpur sehingga mereka dapat berjalan dengan cepat. Semak – semak pun juga mudah dibuka, dan okta mengumpulkan lebih banyak buah hutan saat dalam perjalanan. Hujan yang tidak turun, juga membantu mereka bergerak lebih cepat, celana – celana mereka sudah mulai kotor dan mereka belum menemukan sungai untuk membasunya. Tubuh mereka sudah terasa lengket karena sudah lama tidak mandi. Namun mereka tahu, pasti lama kelamaan mereka akan terbiasa. Setiap satu hari sekali mereka berhenti di satu tempat yang kering untuk tidur dimalam hari. Mereka tidak ingin mengambil resiko berjalan didalam hutan pada malam hari dengan hewan – heman buas yang siap menerkam mereka kapan saja. Sudah sekitar lima hari mereka berjalan, bahkan sungai pun tak mereka temukan, hanya pohon , itulah yang mereka lihat. Fajrin terus berdiam diri saat berjalan, okta dan klara terus berbincang dan andi terus fokus kedepan berharap mereka keluar dari pepohonan itu.
Tujuh hari sudah mereka berjalan tanpa arah. Fajrin terus menggerutu dibarisan belakang. Okta dan klara hanya berbincang sesekali. Terlihat jelas keputusasaan dari wajah mereka. Matahari terus terik seminggu itu. Seolah memberikan harapan kepada mereka berempat. Tengah hari mereka beristirahat. Hari itu adalah perjalanan paling payah mereka, karena hanya dapat berjalan setengah hari, buah – buah yang dibawa okta kini tidak menggoda lagi, mereka tampak bosan dengan buah itu. Mereka beristirahat sekitar dua jam dan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka terus berjalan hingga hari sudah mulai gelap dan akhirnya andi menemukan harapan.
          Andi yang berada paling depan akhirnya menemukan ujung dari semak lebat, yaitu sebuah tepian sungai dengan padang rumput yang luas. Air sungai itu tampak menyegarkan mereka pun berlari menuju sungai berair jernih itu, senyuman tampak jelas di wajah mereka. Andi membasuh wajahnya untuk kembali menjernihkan pikirannya. Sungai itu tidak berarus kencang, dan juga tidak dalam, ikan – ikan tampak dari tepian. Okta mengeluarkan benang pancing dan kail yang diikatkan diujungnya. “kau tahu, aku sudah bosan dengan vitamin, ini saatnya memakan protein” ia berlari ke sebuah batu besar dan mulai memancing dengan umpan cacing yang ia dapat dengan menggali tanah di tepian hutan. Ini bukan akhir dari perjalanan mereka tapi mungkin mereka akan tinggal agak lama di sana. Seperti oasis di padang pasir, sungai itu benar – benar membuat mereka nyaman.

Travel Story - Petualangan Panjang ke Pantai Pasir Putih (carita beach) 2

transportasi umum menuju pantai pasir putih
murni jaya : 50.000 (PP) berangkat dari kali deres, juga bisa menggunakan bis lain yang searah, harga tetap sama
mobil kecil menuju terminal daerah : 2000 (sebaiknya gunakan uang pas)
mobil kecil menuju pantai : 3000 (gunakanlah uang pas) 
mobil kecil dari pantai : 3000 (rute akan berbeda namun tetap akan menemukan mobil yang akan mengantar anda ke terminal antar provinsi)
mobil kecil menuju terminal antar provinsi : 2000




Rabu, 04 Januari 2012

Travel Story - Petualangan Panjang ke Pantai Pasir Putih (carita beach) part 1

Petualangan diawali pagi pada pukul 06.15 dari halte pertemuan harmoni, keadaan halte , sangat ramai dikarenakan mungkin ini hari kerja, antrian sangat panjang disetiap jurusan. Kami bertiga menunggu satu anggota lagi yang terlambat karena sudah pukul 06.30 ia masih juga belum datang. Kami memutuskan untuk langsung naik busway jurusan Jakarta kota dan memilih menuggu teman kami disana. Suasana pagi kota tua di hari kerja sangat terasa, polusi dan pantulan cahaya matahari yang menyinari gedung – gedung tua adalah dua zat berbeda di rimba Jakarta. Pukul 06.45, masih belum ada tanda – tanda kedatangan teman kami, walau sudah sekitar lima bus transjakarta yang tiba di halte ini. Kami mulai menghubunginya, untuk mengetahui lokasi tempat ia berada sekarang. Pukul 07.00, akhirnya ia tiba, kami masih mengharapkan dapat menaiki kereta pertama tujuan merak dari stasiun jakrta kota. Loket tidak terdapat antrian berarti, petugas loket menginformasikan kepada kami bahwa kereta baru saja berangkat. Kecewa, hanya itu yang ada dalam benak kami sementara. Tapi kami tidak putus asa, kami berusaha mengejar kereta dengan mikrolet 08 jurusan tanah abang, mobil ini melesat kencang kearah st.tanah abang. Masih ada secercah harapan bagi kami. Pukul  07.45, akhirnya kami tiba. Kami  melewati anak tangga untuk mencapai loket, namun lagi – lagi kami kecewa, itu tampak dari raut wajah ketiga leader yang gusar bahkan salah satunya tak mampu berdiri karena kecewanya.
Masih ada harapan, kami bergerak ke rangkas bitung dengan kereta. Tanpa pengetahuan tentang daerah tersebut, kami tetap nekat untuk mencapai tujuan kami. Pukul 08.15 kereta tiba di tanah abang, kami melawati perjalanan panjang selama 4 jam diatas kereta hingga akhirnya tiba di stasiun terakhir rangkas bitung pada pukul 12.00. kebingungan, itulah yang terjadi saat kami tiba di rangkas bitung, salah satu teman kami lalu bertanya pada supir oplet yang sedang berheti menunggu penumpang, dia memberitahu kami ada mobil yang menuju labuhan di terminal mandala yang dapat ditempuh dengan oplet tersebut. Setiba di terminal mandala kami menaiki mobil kecil menuju keduben untuk kembali melanjutkan perjalanan kearah terminal antar kota labuhan. Serangkaian perjalanan tersebut kami tempuh selama dua setengah jam perjalanan hingga sampai diterminal antar kota labuhan. Dari terminal antarkota kami kembali menaiki mobil kecil menuju terminal local yang tidak terlalu jauh dari terminal antar kota. Gerimis menemani perjalanan kami, suasana pedesaan benar – benar terasa. Setiba di terminal local, kami kembali harus naik mobil terakhir tujuan carita. Mobil melesat kencang dalam waktu 15 menit sudah tercium aroma khas pantai, kami melewati sepanjang garis pantai carita, hingga tiba di salah satu lokasi , yakni pantai pasir putih.
Langit mendung dengan sedikit gerimis tak menghalangi kami mengagumi keindahan pantai berombak tenang ini, di beberapa bibir pantai terdapat para pemancing yang sedang beraksi. Kami terus memotret sembari bermain air. Waktu menunjukan pukul dua namun langit sudah gelap. Puas bermain air, kami memutuskan untuk pulang namun sebelum pulang salah seorang dari kami menato tangannya dengan tato yang tidak permanen tentunya, kegiatan itu hanya memakan waktu 20 menit untuk menyelesaikannya. Setelah bersih bersih badan kami memutuskan untuk pulang. Didepan gerbang keluar telah menunggu sebuah mobil kecil jenis carry yang siap mengantar kami ke terminal antar provinsi Labuan. Disana kami naik mobil murni jaya tujuan kali deres. Kami beruntung dapat naik mobil tersebut karna menurut informasi bis tersebut adalah bis terakhir yang akan berangkat kejakarta.  Sekitar jam 18.30 mobil berangkat dari terminal, bergerak lambat menuju Jakarta, kondektur bis yang berada di pintu depan dan pintu belakang bis terus berteriak – teriak untuk menarik penumpang. Bis penuh sesak saat sudah memasuki serang. Nasib sial menimpa bus kami. Di depan kantor walikota tangerang bus terkena tilang karena kelebihan muatan sehingga bus harus berhenti sekitar setengah jam untuk mengurus segala sesuatunya. Saat itu waktu sudah menunjukan pukul 20.30. jam 21.00 kami kembali melanjutkan perjalanan hingga akhirnya bus masuk tol untuk kedua kalinya setelah sebelumnya masuk tol di daerah pandeglang dan sekarang didaerah balaraja. Waktu sudah menunjukan pukul 21.30. bus melaju kencang saat di jalan tol menuju gerbang tol tangerang dan keluar tol di daerah itu jam 22.15. pukul 22.45 bus akhirnya tiba di terminal kali deres, nasib sial kali ini menimpa kami uang kami tidak cukup untuk naik busway yang akan mengantar kami kerumah. Kami memberanikan diri meminta bantuan pada seorang petugas busway yang berbaik hati memberikan tumpangan kepada kami dan akhirnya kami pun pulang kerumah masing – masing dengan selamat.
saat busway dari harmoni datang ke shelter busway jakarta kota
 museum bank indonesia dikala pagi












pintu masuk utama pantai wisata pasir putih
















ikan mudskipper atau biasa disebut ikan glodok jika di indonesia, mudah ditemui dipantai ini. itu menunjukan bahwa ekosistem laut di pantai ini masih baik dan terjaga












air laut yang tenang membuat pantai ini aman untuk arena bermain anak - anak