disetiap langkah yang dilewati. disetiap keindahan yang dipandangi. di setiap udara yang terhirup. disana ada mata. disana ada bisik. disana ada tatapan tajam sang ditaktor. kehidupa tak lagi bebas. bahkan burung pun enggan bertengger di pohon - pohon tanah itu. tanah itu hina. busuk. aroma kekejaman pun tercium hingga ke langit tertinggi. bahkan bintang - bintang pun enggan pula menghiasi langit malam tanah ternoda itu. mereka adalah keputus asaan. mereka ter sia - sia. membuang jiwa terjajah oleh kediktatoran penguasa. bahkan mereka tak kuat lagi mengangkat senjata. memperjuangkan hidup. memperjuang harga diri yang terinjak. mereka semua adalah sampah. tiada guna lagi, tiada semangat itu lagi. mereka telah menyerah. bahkan dendam pun tiada membara lagi di hati mereka. semua sirna. dan hanya mampu meraba.
tanah tandus ini agaknya butuh seseorang penggugah. seseorang pemberontak. seseorang yang berjalan.dengan pikirannya. ia datang dari balik bukit yang kini habis terbakar. aroma arangnya bahkan tercium hingga ke desa. asapnya pun urung untuk berhenti mengepul. pakaian pemuda itu koyak di beberapa bagian. ada banyak bercak darah di setiap sisi baju itu. walau begitu langkahnya pasti menuruni bukit. badannya tegak. wajahnya menyiratkan sedikit senyum. ia berjalan lebih cepat. di ikuti beberap pemuda lain yang berpakaian sama dan dengan kondisi yang sama. pahlawan telah kembali. mereka haus akan dahaga kerinduan bertemu dengan keluarga. mereka adalah manusia. manusia yang mempunyai jiwa juga manusia yang tak mengenal putus asa. mereka adalah pahlawan bangsa. suara riuh bergemuruh ke seluruh sudut desa. mereka menyambutnya seperti raja walau tetap ada kerisauan akan penjajah yang membuntuti mereka. namun senyum yang tersirat di wajah warga desa tak dapat di sembunyikan lagi. walau banyak di antara mereka yang gugur tetapi diantara mereka yang pulang sudah menjadi pelepas dahaga. " dimana joko " sambut seorang ibu tua kepada pemuda yang berada di barisan paling depan. " maaf " tampak raut penyesalan di wajah yang hanya di basuh air wudhu selama berhari - hari itu. " tak apa. ia sudah berjuang. di dalam setiap pertempuran pastilah ada korban janganlah menyesal seprti itu, nak" ibu tua. " terima kasih bu " pemuda itu. " ya. pergi dan lekas temuilah istri mu. ia mengurung diri semenjak kepergianmu. langit cerah. burung - burung tiada takut lagi berputar - putar di atas desa. rencana. rencana. rencan. mereka hanya tersisa 7 orang. kepergian dua puluh tiga lainya memaksa mereka mundur. dan mereka tahu betul tidak lama lagi penjajah akan datang. dengan senapan - senapan. dengan granat. dengan pistol - pistol yang haus akan nyawa manusia. itulah sebabnya mereka mesti menyiapkan rencana. rencana. rencana. ladang - ladang yang telah menguning. ilalang yang kering. serta beberapa ternak yang dengan pulas tertidur dengan kemerdekaan. gubuk tua itu kini telah menjadi tempat singgah tempat bernanungnya ide - ide. tempat bernaungnya rencana - rencana. tempat terbakarnya semangat maju. tempat tercurahnya kecintaan. tempat bukti kesetiaan.
hawa ruangan sempit itu terasa panas padahal itu malam hari. mereka bertujuh tidak akan lagi membuang jiwa mereka dengan sia - sia. semua ini tentang strategi. semua ini tentang saling melindungi. satu - satunya jalan kedesa adalah melewati parit parit sawah dengan lebar jalan yang tak lebih dari semeter. logikanya tak akan ada kuda - kuda besi yang singgah ke desa itu. hari hari hari. minggu. minggu. minggu. semua telah siap. perencanaan telah matang. kini tinggal menunggu. menanti ombak datang. surya membenamkan cahayanya di balik bukit. malam itu terasa lebih mencekam. karna berdasarkan pengintaian ombak besar itu akan datang malam itu dari dalam hutan. hanya tujuh orang. tujuh pahlawan. tujuh jiwa pemberani yang akan melindungi desa mereka. desa telah sepi. penduduknya telah bersembunyi di dalam lubang penyelamatan diantara semak belukar. obor obor. rumah rumah kayu. pohon - pohon akan jadi saksi keberanian. menunggu dalam kecemasan. mereka berpencar dalam gelapnya malam. kulit mereka yang hitam menyamarkan dalam kelam. mereka ada dibalik pepohonan. mereka bersembunyi di antar semak. mereka berbaur dengan tanah. itu mereka. tiga puluh tentara terlatih datang mengendap tanpa tahu apa yang ada disekitar mereka. bahkan kapten mereka pun tak dapat mencium aroma kejanggalan. satu persatu di antara mereka hilang. walau tiada disadari oleh kapten mereka yang jauh di depan. malam itu pekat. rembulan pun tak berani melihat kekejaman yang akan terjadi. kelompok itu mulai tersadar. hanya tersisa dua puluh orang. tetapi tiada suara tembakan. tiada suara langkah kaki. semuanya hening disin. hantu apakah yang membawa mereka pergi. kapten mereka mengumpulkan semua serdadunya. ia tampak menyusun strategi. sebuah rencana yang tentu lebih matang dari orang - orang desa yang mencari kebebasan. mereka mulai berpencar menghilang secepat jaguar di kelamnya malam. perang baru saja bermula. disetiap sisi mulai terdengar letusan senapan. pemuda - pemuda pemberani itu bahkan tak dapat tahu keadaan mereka masing - masing. dalam gelapnya malam. lebatnya semak dan rapatnya barisan pepohonan. sulit. pemuda pemimpin barisan memberi aba - aba kepada kelompoknya untuk mundur ke arah desa yang lebih terang. Mereka berjalan melewati kandang - kandang ternak warga. Keberuntungan. Tiada yang mati diantara mereka. Tujuannya hanya satu yaitu gubuk terdepan desa itu. Ada dua gubuk yang mengapit sebuah jalan kecil. Jendelanya sudah disiapakan beberapa senapan yang jika dari luar tidak tampak. Mereka datang lagi. Kini dengan kewaspadaan ekstra. Mereka mulai menembaki bayangan mereka yang bersembunyi di balik pohon kelapa. Masih bersabar. Bersabar. Bersabar. Mereka sadar akan ada waktu yang tepat. Detik detik detik berlalu. Lalu menit menit menit. Lalu jam jam jam hingga waktu hampir subuh Arloji para diktator terus berdetak seperti jantung para pejuang yang sedang bersembunyi mengintai mereka dengan waspada. Dar.. Dar.. Dar... Boom !!
Suara - suara itu memecah sunyinya pagi. Membuat kabut kian bertambah bercampur dengan asap - asap senapan yang memuntahkan besi panas dari moncongnya. Satu. Dua. Tiga hingga sepuluh diktatator terkapar dan luka. Warnah merah itu mengalir memenuhi selokan desa. Sisa diktator lainnya bersembunyi kembali dengan sesekali mengeluarkan tembakan yang tidak jelas. Mereka yang bersatu dengan kelam cepat cepat hilang kembali ke tengah gelapnya subuh. Pemimpin diktator itu merasa geram. Hingga tak mampu menahannya. Ia keluar dari tempatnya bersembunyi, Mengeluarkan granat dan melemparkannya ke pos yang telah kosong. "Boom" pos itu seketika hancur tiada bersisa. Insting tentaranya pun kembali berfungsi. Ia menembus asap sisa bom itu. Ia berlari. Di ikuti para pion yang selalu siaga. Hingga sampai di sebuah gubuk. Ia tahu betul mereka bersembunyi disana. "hey kalian yang ada didalam. Bersiaplah menemui ajal kalian !!". Suasana kepanikan terjadi didalam gubuk. Ke tujuh pejuang itu tak dapat melakukan apa - apa selain melawan. "tiga..dua..satu !!". Dar.. Dar... Dar.. Suara tembakan terus manghiasi pagi. Gubuk itu benar - benar menjadi santapan empuk para diktator. Para pejuang yang ada di dalamnya keluar dengan balasan tembakan. Satu persaru diantara mereka mati.mati.mati. "kaulah yang harus hidup. Dan sampaikan nafas perjuangan Kita kepada generasi selanjutnya. Dan ceritakanlah kisah pembangun jiwa. Pembangun semangat nasionalisme". Kelam semua kelam. Seakan mentari tak ingin terbit dari timur. Keringat dan darah bergantian bercuran. Hanya dua langkah kaki yang di seret melewati dedaunan kering. ia adalah pejuang. ia adalah pembela asa. ia adalah manusia. ia sebagi penerus jiwa. penerus cerita - cerita pembangun jiwa. tentang perjuangan, pengorbanan dan cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar