Sesuatu berukuran besar , hitam dan hidup meloncat dari balik semak yang rimbun didepan fajrin. Taring yang menjulur keluar dari mulut menandakan itu adalah seekor babi hutan yang besar. Bulunya yang hitam sama dengan matanya menatap fajrin yang sedang memegang sebuah parang. Darah mulai menetes dari tangan kiri fajrin, terlihat sekali tangannya terkena taring besar si babi hutan. Namun fajrin belum menyadari hal itu. Ia menyerang secara brutal dengan parangnya. Babi hutan itu mati dengan luka sayatan di leher setelah fajrin berhasil menungganginya dan menyayatnya tepat di kerongkongan babi itu. Ia menyeret babi itu melewati semak yang tak terlalu tinggi. Dibalik semak itu terlihat sekali cahaya api unggun yang dibuat okta dengan membakar beberapa kayu dan dedaunan kering. ”hey lihat, babi ini cukup untuk kita berempat” fajrin muncul dari balik semak dengan hasil buruannya. “babi hutan, jangan pernah berharap aku memakannya. Agama ku melarang ku untuk memakan itu” okta sedikit terkejut melihat babi hutan besar yang berhasil ditaklukan fajrin. “ayolah hanya ini yang bisa kudapat” fajrin menghempas hasil buruannya kedepan api unggun. “aku akan memakan dedaunan saja” okta mulai geram dengan fajrin yang terus mengajaknya memakan hasil buruannya. “baiklah, baiklah. Kita buang saja babi ini. Aku hanya ingin membunuhnya untuk keselamatan kita”fajrin. “yasudah, terimakasih untuk perlindungan mu” okta. “ya. Apakah ada sedikit gerakan dari mereka berdua?” fajrin melihta kearah klara dan andi yang masih pnigsan diatas deddaunan kering yang sudah mereka bersihkan. “tidak ada. Namun mereka masih bernafas” okta menengok kedua temannya yang masih tergeletak pingsan disampingnya. “kuharap mereka sadar saat pagi esok, karena aku benar – benar tidak punya ide untuk keluar dari hutan ini” fajrin mencoba berbaring diatas dedaunan kering yang sudah di susun rapi sehingga nyaman untuk ditiduri.
Pesawat bergemuruh, mereka yang ada didalam pesawat panik. Doa – doa terus memenuhi ruang kapal. Mereka yang berusaha tenang hanya terus meminta keselamatan kepada tuhan mereka yang pada akhirnya mengabaikan mereka. Didalam pesawat ada sekitar sepuluh orang penumpang. Pesawat jenis cassa itu terbang tinggi di hutan kalimantan membawa para pecinta alam dari jakarta. Angin kencang beserta hujan menerpa pesawat hingaa hilang kendali. Pesawat itu pun akhirnya tak mampu lagi menghadapi badai dan terjun bebas dari langit kalimantan. Para penumpang mulai memakai parasut dengan cepat. “cepatlah klara, pesawat ini akan hancur menghantam tanah beberapa menit lagi” andi berusaha memakaikan tas parasut kepada klara. “hey teman cepatlah terjun atau kalian akan mati” fajrin bergegas ke pintu darurat diikuti okta dibelakangnya. Pesawat sudah tinggal beberapa kaki saja dengan tanah, guncangan dan suara bel darurat terus menakuti para penumpang. Hanya tinggal empat orang saja yang belum terjun. Mereka mencoba mencari tempat dan saat yang tepat untuk terjun. “sekarang !!” fajrin dan okta terjun diikuti andi dan klara. Andi tampak pucat saat melihat kebawah. Boom!! Pesawat itu mengahantam tanah seperti setelah terlebih dahulu membuka ranting – ranting pepohonan yang lebat. Klara terus memejamkan mata dengan parasutnya yang terbuka. Ia juga terus memegangi tangan andi, sehingga parasut mereka terlihat seperti bersatu. Wajah andi pucat saat melihat kebawah. Ia phobia dengan ketinggian. Namun ia tetap memberanikan diri untuk melindungi sahabatnya. Okta dan fajrin jatuh kira – kira seratus meter dari andi dan klara yang masih dihempas angin menjauh dari okta dan fajrin yang terlihat selamat. Dan sedang berusaha mencari penumpang yang selamat. Klara terhempas ke ranting – ranting pohon dan meluncur bebas dengan parasutnya yang koyak kedalam sungai yang tengah berarus deras. Tubuhnya terbawa arus itu. Andi jatuh tak jauh dari klara. Ia berada di tepian sungai. Klara masih terombang – ambing dihempas arus. Andi terjun ke dalam sungai stelah melepas parasutnya. Fajrin melihat andi melompat kesungai, ia berlari mencoba melihat apa yang terjadi. Ia cukup lega masih ada yang selamat selain ia dan okta.
Wajah klara yang masih pingsan terlihat cemas. Okta terbangun , ia merasa klara sudah mulai sadar namun masih tenggelam dalam mimpi. Andi lebih dulu terbangun, ia langsung meminum air ramuan aneka dedaunan yang diracik okta. Fajrin masih tertidur. “jangan bangunkan dia, biarkan ia bangun sendiri” andi melarang okta yang tengah mencoba membangunkan klara.” Tapi nampaknya ia bermimpi buruk” okta coba mempertahankan idenya dan terus mengguncang – guncang tubuh klara.
Pesawat bergemuruh, mereka yang ada didalam pesawat panik. Doa – doa terus memenuhi ruang kapal. Mereka yang berusaha tenang hanya terus meminta keselamatan kepada tuhan mereka yang pada akhirnya mengabaikan mereka. Didalam pesawat ada sekitar sepuluh orang penumpang. Pesawat jenis cassa itu terbang tinggi di hutan kalimantan membawa para pecinta alam dari jakarta. Angin kencang beserta hujan menerpa pesawat hingaa hilang kendali. Pesawat itu pun akhirnya tak mampu lagi menghadapi badai dan terjun bebas dari langit kalimantan. Para penumpang mulai memakai parasut dengan cepat. “cepatlah klara, pesawat ini akan hancur menghantam tanah beberapa menit lagi” andi berusaha memakaikan tas parasut kepada klara. “hey teman cepatlah terjun atau kalian akan mati” fajrin bergegas ke pintu darurat diikuti okta dibelakangnya. Pesawat sudah tinggal beberapa kaki saja dengan tanah, guncangan dan suara bel darurat terus menakuti para penumpang. Hanya tinggal empat orang saja yang belum terjun. Mereka mencoba mencari tempat dan saat yang tepat untuk terjun. “sekarang !!” fajrin dan okta terjun diikuti andi dan klara. Andi tampak pucat saat melihat kebawah. Boom!! Pesawat itu mengahantam tanah seperti setelah terlebih dahulu membuka ranting – ranting pepohonan yang lebat. Klara terus memejamkan mata dengan parasutnya yang terbuka. Ia juga terus memegangi tangan andi, sehingga parasut mereka terlihat seperti bersatu. Wajah andi pucat saat melihat kebawah. Ia phobia dengan ketinggian. Namun ia tetap memberanikan diri untuk melindungi sahabatnya. Okta dan fajrin jatuh kira – kira seratus meter dari andi dan klara yang masih dihempas angin menjauh dari okta dan fajrin yang terlihat selamat. Dan sedang berusaha mencari penumpang yang selamat. Klara terhempas ke ranting – ranting pohon dan meluncur bebas dengan parasutnya yang koyak kedalam sungai yang tengah berarus deras. Tubuhnya terbawa arus itu. Andi jatuh tak jauh dari klara. Ia berada di tepian sungai. Klara masih terombang – ambing dihempas arus. Andi terjun ke dalam sungai stelah melepas parasutnya. Fajrin melihat andi melompat kesungai, ia berlari mencoba melihat apa yang terjadi. Ia cukup lega masih ada yang selamat selain ia dan okta.
Wajah klara yang masih pingsan terlihat cemas. Okta terbangun , ia merasa klara sudah mulai sadar namun masih tenggelam dalam mimpi. Andi lebih dulu terbangun, ia langsung meminum air ramuan aneka dedaunan yang diracik okta. Fajrin masih tertidur. “jangan bangunkan dia, biarkan ia bangun sendiri” andi melarang okta yang tengah mencoba membangunkan klara.” Tapi nampaknya ia bermimpi buruk” okta coba mempertahankan idenya dan terus mengguncang – guncang tubuh klara.
Angin berhembus pelan diantara sela pepohonan yang terlihat sedikit bergerak karenanya. Empat remaja yang selamat itu masih bertahan diantara dedaunan kering yang berjatuhan dari pepohonan. Hutan begitu lebat hingga hanya sedikit sinar hangat mentari yang sanggup menembus dedaunan. Walau mentari tidak dapat menembus hutan, udara tetap terasa hangat. Klara sudah mulai pulih dari pingsannya. Okta terus mendampinginya walau mereka tak saling kenal, mereka bernasib sama, itulah yang membuat mereka merasa dekat satu sama lain. Andi berusaha melawan sakit di kepalanya yang terbentur batu saat berusaha mengejar klara yang terbawa arus. Ada sedikit goresan dipelipisnya namun andi masih dapat mengendalikan rasa sakitnya. Ia coba duduk sendiri dibawah sebuah pohon besar, memikirkan apa yang harus mereka lakukan setelah ini. Ia mencoba menerka – nerka beberapa kemungkinan. Fajrin merebahkan dirinya dekat api unggun yang sudah mati, mencoba melihat keatas, terkadang ia melihat elang yang berputar – putar diatas mereka dan terkadang juga pancaran cahaya matahari menyilaukan matanya sehingga ia berpindah ketempat yang lebih teduh. Mereka hanya merenung, tidak tahu apa yang harus dilakukan hingga malam tiba dan api unggun kembali menyala.
“sebaiknya besok kita beranjak dari tempat ini. Lebih baik bergerak daripada hanya duduk diam saja disini” andi membuka pembicaraan diantara mereka berempat. “apa kau tahu jalan keluar dari sini, karna lebih baik duduk disini daripada kita berjalan tanpa arah keluar sana” fajrin mencoba menemukan keyakinan dari kata – kata andi. “kita harus berjalan lurus kearah manasaja” andi. “ apa kau gila jika begitu kita bisa saja masuk kedalam hutan ini lebih dalam lagi” fajrin mulai mendebat pernyataan andi. “tapi kemungkinan lain kita akan keluar dari sini” andi. “kemungkinannya sangat kecil bung, dengar. Saat ini mungkin tim SAR sedang mencari kita. Jadi bisa saja mereka menemukan kita disini.”fajrin. “dihutan selebat ini kurasa akan sulit bagi tim itu menemukan kita, satu – satunya jalan adalah usaha dari kita sendiri” andi. Fajrin terdiam. “aku setuju dengan andi lebih baik berusaha daripada tidak sama sekali” okta akhirnya berbicara setelah terdiam menyimak perdebatan andi dan fajrin. “ya aku juga setuju” klara juga ikut mendukung. Fajrin hanya diam. Mereka semua memutuskan untuk beranjak dari tempat mereka besok pagi. Malam ini terang, bulan purnama sedang bersinar, gonggongan anjing hutan menyambutnya dengan merdu.
Mentari belum muncul dari peraduannya, udara terasa menusuk tulang, dedaunan tersa lembab, mereka berkemas. Tas yang mereka bawa tidak terlalu besar lagi, karena sebagian beban ditinggalkan untuk memudahkan perjalanan. Andi berada dipaling depan barisan, memimpin teman - temannya yang lain, fajrin berada dipaling belakang untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka mulai berjalan perlahan , tangan andi terampil mematahkan semak – semak yang ada didepanya sehingga membentuk jalan bagi teman – temannya. Tanah agak berlumpur karena kelembaban hutan, sehingga cukup sulit berjalan diatasnya. Setengah hari mereka berjalan namun hanya pemandangan yang sama yang mereka lihat, yaitu pohon besar. Bahkan tiada pohon kecil yang tampak, semak – semak pun kian menyempit dan meninggi. Pada akhirnya mereka menemukan sebuah tempat cukup luas dan kering, okta dan klara coba membersihkan tempat itu. Sementara andi dan fajrin berpencar mencari kayu bakar. Malam kembali tiba dan mereka tampak kelelahan, fajrin coba memijat kakinya dipojok semak yang masih terjangkau oleh cahaya api unggun. Sudah seharian mereka tidak makan, badan mereka terasa lemas. Okta mengeluarkan bebrapa buah – buah hutan yang dapat dimakan dari tasnya. Ia mengambilnya selagi dalam perjalanan. Bentuk buah – buah itu terasa asing bagi mereka , namun karena rasa lapar akhirnya mereka memakannya. Rasa buah – buah itu tidak seburuk kelihatanya.
“dari mana kau tahu buah – buah ini tidak beracun” fajrin mendekat kearah teman – temannya. “karna beberapa burung di hutan ini kulihat memakan buah ini, dan mereka baik – baik saja” okta. “ya itu alasan yang cukup untukku” fajrin mengambil beberapa dan melahapnya. Mereka memakan habis buah itu. “cukup mengenyangkan dan melegakan” andi. “ya ini bisa membantu tubuh kita bertahan untuk perjalanan esok” klara. “baiklah kurasa istirahat yang cukup juga penting” okta bergerak mengambil posisi yang nyaman untuk tidur. Mereka terlelap dengan api unggun sebagai satu – satunya sinar bagi mereka.
Hari kedua perjalanan mereka mulai terbiasa dengan lumpur sehingga mereka dapat berjalan dengan cepat. Semak – semak pun juga mudah dibuka, dan okta mengumpulkan lebih banyak buah hutan saat dalam perjalanan. Hujan yang tidak turun, juga membantu mereka bergerak lebih cepat, celana – celana mereka sudah mulai kotor dan mereka belum menemukan sungai untuk membasunya. Tubuh mereka sudah terasa lengket karena sudah lama tidak mandi. Namun mereka tahu, pasti lama kelamaan mereka akan terbiasa. Setiap satu hari sekali mereka berhenti di satu tempat yang kering untuk tidur dimalam hari. Mereka tidak ingin mengambil resiko berjalan didalam hutan pada malam hari dengan hewan – heman buas yang siap menerkam mereka kapan saja. Sudah sekitar lima hari mereka berjalan, bahkan sungai pun tak mereka temukan, hanya pohon , itulah yang mereka lihat. Fajrin terus berdiam diri saat berjalan, okta dan klara terus berbincang dan andi terus fokus kedepan berharap mereka keluar dari pepohonan itu.
Tujuh hari sudah mereka berjalan tanpa arah. Fajrin terus menggerutu dibarisan belakang. Okta dan klara hanya berbincang sesekali. Terlihat jelas keputusasaan dari wajah mereka. Matahari terus terik seminggu itu. Seolah memberikan harapan kepada mereka berempat. Tengah hari mereka beristirahat. Hari itu adalah perjalanan paling payah mereka, karena hanya dapat berjalan setengah hari, buah – buah yang dibawa okta kini tidak menggoda lagi, mereka tampak bosan dengan buah itu. Mereka beristirahat sekitar dua jam dan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka terus berjalan hingga hari sudah mulai gelap dan akhirnya andi menemukan harapan.
Andi yang berada paling depan akhirnya menemukan ujung dari semak lebat, yaitu sebuah tepian sungai dengan padang rumput yang luas. Air sungai itu tampak menyegarkan mereka pun berlari menuju sungai berair jernih itu, senyuman tampak jelas di wajah mereka. Andi membasuh wajahnya untuk kembali menjernihkan pikirannya. Sungai itu tidak berarus kencang, dan juga tidak dalam, ikan – ikan tampak dari tepian. Okta mengeluarkan benang pancing dan kail yang diikatkan diujungnya. “kau tahu, aku sudah bosan dengan vitamin, ini saatnya memakan protein” ia berlari ke sebuah batu besar dan mulai memancing dengan umpan cacing yang ia dapat dengan menggali tanah di tepian hutan. Ini bukan akhir dari perjalanan mereka tapi mungkin mereka akan tinggal agak lama di sana. Seperti oasis di padang pasir, sungai itu benar – benar membuat mereka nyaman.
“sebaiknya besok kita beranjak dari tempat ini. Lebih baik bergerak daripada hanya duduk diam saja disini” andi membuka pembicaraan diantara mereka berempat. “apa kau tahu jalan keluar dari sini, karna lebih baik duduk disini daripada kita berjalan tanpa arah keluar sana” fajrin mencoba menemukan keyakinan dari kata – kata andi. “kita harus berjalan lurus kearah manasaja” andi. “ apa kau gila jika begitu kita bisa saja masuk kedalam hutan ini lebih dalam lagi” fajrin mulai mendebat pernyataan andi. “tapi kemungkinan lain kita akan keluar dari sini” andi. “kemungkinannya sangat kecil bung, dengar. Saat ini mungkin tim SAR sedang mencari kita. Jadi bisa saja mereka menemukan kita disini.”fajrin. “dihutan selebat ini kurasa akan sulit bagi tim itu menemukan kita, satu – satunya jalan adalah usaha dari kita sendiri” andi. Fajrin terdiam. “aku setuju dengan andi lebih baik berusaha daripada tidak sama sekali” okta akhirnya berbicara setelah terdiam menyimak perdebatan andi dan fajrin. “ya aku juga setuju” klara juga ikut mendukung. Fajrin hanya diam. Mereka semua memutuskan untuk beranjak dari tempat mereka besok pagi. Malam ini terang, bulan purnama sedang bersinar, gonggongan anjing hutan menyambutnya dengan merdu.
Mentari belum muncul dari peraduannya, udara terasa menusuk tulang, dedaunan tersa lembab, mereka berkemas. Tas yang mereka bawa tidak terlalu besar lagi, karena sebagian beban ditinggalkan untuk memudahkan perjalanan. Andi berada dipaling depan barisan, memimpin teman - temannya yang lain, fajrin berada dipaling belakang untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka mulai berjalan perlahan , tangan andi terampil mematahkan semak – semak yang ada didepanya sehingga membentuk jalan bagi teman – temannya. Tanah agak berlumpur karena kelembaban hutan, sehingga cukup sulit berjalan diatasnya. Setengah hari mereka berjalan namun hanya pemandangan yang sama yang mereka lihat, yaitu pohon besar. Bahkan tiada pohon kecil yang tampak, semak – semak pun kian menyempit dan meninggi. Pada akhirnya mereka menemukan sebuah tempat cukup luas dan kering, okta dan klara coba membersihkan tempat itu. Sementara andi dan fajrin berpencar mencari kayu bakar. Malam kembali tiba dan mereka tampak kelelahan, fajrin coba memijat kakinya dipojok semak yang masih terjangkau oleh cahaya api unggun. Sudah seharian mereka tidak makan, badan mereka terasa lemas. Okta mengeluarkan bebrapa buah – buah hutan yang dapat dimakan dari tasnya. Ia mengambilnya selagi dalam perjalanan. Bentuk buah – buah itu terasa asing bagi mereka , namun karena rasa lapar akhirnya mereka memakannya. Rasa buah – buah itu tidak seburuk kelihatanya.
“dari mana kau tahu buah – buah ini tidak beracun” fajrin mendekat kearah teman – temannya. “karna beberapa burung di hutan ini kulihat memakan buah ini, dan mereka baik – baik saja” okta. “ya itu alasan yang cukup untukku” fajrin mengambil beberapa dan melahapnya. Mereka memakan habis buah itu. “cukup mengenyangkan dan melegakan” andi. “ya ini bisa membantu tubuh kita bertahan untuk perjalanan esok” klara. “baiklah kurasa istirahat yang cukup juga penting” okta bergerak mengambil posisi yang nyaman untuk tidur. Mereka terlelap dengan api unggun sebagai satu – satunya sinar bagi mereka.
Hari kedua perjalanan mereka mulai terbiasa dengan lumpur sehingga mereka dapat berjalan dengan cepat. Semak – semak pun juga mudah dibuka, dan okta mengumpulkan lebih banyak buah hutan saat dalam perjalanan. Hujan yang tidak turun, juga membantu mereka bergerak lebih cepat, celana – celana mereka sudah mulai kotor dan mereka belum menemukan sungai untuk membasunya. Tubuh mereka sudah terasa lengket karena sudah lama tidak mandi. Namun mereka tahu, pasti lama kelamaan mereka akan terbiasa. Setiap satu hari sekali mereka berhenti di satu tempat yang kering untuk tidur dimalam hari. Mereka tidak ingin mengambil resiko berjalan didalam hutan pada malam hari dengan hewan – heman buas yang siap menerkam mereka kapan saja. Sudah sekitar lima hari mereka berjalan, bahkan sungai pun tak mereka temukan, hanya pohon , itulah yang mereka lihat. Fajrin terus berdiam diri saat berjalan, okta dan klara terus berbincang dan andi terus fokus kedepan berharap mereka keluar dari pepohonan itu.
Tujuh hari sudah mereka berjalan tanpa arah. Fajrin terus menggerutu dibarisan belakang. Okta dan klara hanya berbincang sesekali. Terlihat jelas keputusasaan dari wajah mereka. Matahari terus terik seminggu itu. Seolah memberikan harapan kepada mereka berempat. Tengah hari mereka beristirahat. Hari itu adalah perjalanan paling payah mereka, karena hanya dapat berjalan setengah hari, buah – buah yang dibawa okta kini tidak menggoda lagi, mereka tampak bosan dengan buah itu. Mereka beristirahat sekitar dua jam dan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka terus berjalan hingga hari sudah mulai gelap dan akhirnya andi menemukan harapan.
Andi yang berada paling depan akhirnya menemukan ujung dari semak lebat, yaitu sebuah tepian sungai dengan padang rumput yang luas. Air sungai itu tampak menyegarkan mereka pun berlari menuju sungai berair jernih itu, senyuman tampak jelas di wajah mereka. Andi membasuh wajahnya untuk kembali menjernihkan pikirannya. Sungai itu tidak berarus kencang, dan juga tidak dalam, ikan – ikan tampak dari tepian. Okta mengeluarkan benang pancing dan kail yang diikatkan diujungnya. “kau tahu, aku sudah bosan dengan vitamin, ini saatnya memakan protein” ia berlari ke sebuah batu besar dan mulai memancing dengan umpan cacing yang ia dapat dengan menggali tanah di tepian hutan. Ini bukan akhir dari perjalanan mereka tapi mungkin mereka akan tinggal agak lama di sana. Seperti oasis di padang pasir, sungai itu benar – benar membuat mereka nyaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar