“kenapa
dari tadi lu diem begitu” Kei, menghisap
puntung rokok pertamanya. Mereka berandal gedung tua yang kerap membuat onar
itu. Kei, pria berambut panjang dan ikal dengan wajah lonjong, berkulit hitam,
berbadan kekar adalah pemimpin mereka. Hanya kelompok ini yang berani menantang
kelompok Don Jack. Mereka adalah yang terkuat dengan markas yang bahkan polisi
saja tak berani masuk kedalamnya. Bisnis, premanisme, narkoba membuat kelompok
Kei berkembang seperti yakuza di jepang atau mafia di rusia.
“tadi
pas gua sama anak – anak nagih, ada..” Ben sedikit gugup.
“ada apa” Kei geram.
“ada
laki – laki, ngehabisin kita semua” Ben tertunduk menyembunyikan memar di
wajahnya.
Kaki Kei melayang ke arah Ben yang masih
tertunduk menahan sakit. “bego !! anak buah Don Jack cari gara – gara lagi ?”
Kei.
“Bbb..bukan Bos” Ben. Kei menatap nanar.
“siapa
? kelompok baru ?” Kei.
“kita
gak tau Bos, kita juga baru liat dia di daerah itu” Ben
Kei
berpikir lama sambil menghisap kembali
rokoknya. Ia menyuruh Ben pergi. Dalam selaannya, dua anggota terkuat
kelompok kei datang. Risno dan Jafar. Risno, pria tinggi, berkulit putih dengan
kaki yang kuat, rambutnya ikal dan pendek dengan hidung mancung. Ia adalah pria
yang tak banyak bicara. Jafar, pria berjaket dengan masker hitam yang selalu
dipakai, belum pernah di kelompok itu yang pernah melihat wajahnya kecuali Kei
dan Risno. Mereka bertiga duduk di sofa tua yang menhadap langsung ke hiruk
pikuk kota Jakarta.
“ada masalah lagi ?”
Jafar
“ada orang baru yang
berani ngacak – ngacak gengnya Ben” Kei
“Dia kan memang Bodoh,
paling hanya gembel yang kebetulan lewat” Jafar
“gimana menurut lu No
?” Kei
“terserah saja lah”
Risno berlalu keluar pintu
“besok gue suruh Lee ke
sono” Jafar.
Jakarta
siang, panas, benar – benar panas. Segerombolan lelaki dengan kaus hitam
mendatangi Kampung Tagol, area kekuasaan Ben. Ia sudah tahu, mereka kelompok
Jafar, jadi mereka biarkan begitu saja. Mereka sudah cukup babak belur karena
kemarin. Pria misterius. Lee berbincang sebentar dengan Ben, mereka berdua
memimpin kelompok. Daerah itu begitu sepi seolah paham yang akan terjadi karena
ulah pemuda kemarin yang mencoba membela wanita paruh baya yang sedang ditagih
hutang. Pemuda itu menghabisi semua kelompok Ben, sendirian. Hari ini Lee dan
Ben turun tangan, mereka mencari pemuda itu. Mata Ben seolah ingin keluar
karena dendamnya.
“Itu
diaaaa !!!!!!” Ben menunjuk kearah
pemuda dengan kaus putih lusuh dan sendal jepit yang penuh lumpur. Pemuda yang
di tunjuk Ben lari ketika sadar ia dikejar oleh sepuluh pemuda berkaus hitam
yang seperti ingin sekali mencincangnya. Ia melewati gang sempit di kampung
Tagol yang penuh dengan cabang jalan. Anak buah Lee terpisah. Pemuda berpakaian
lusuh itu seolah sudah menyiapkan ini sejak lama. Di tiap ujung cabang jalan terdapat
beberapa pemuda kampung yang siap melawan kelompok Jafar. Kampung Tagol siang
itu jadi lebih panas dengan perkelahian. Pemuda berbaju lusuh itu masih saja
berlari hingga sampai di Fly over. Ia duduk dengan santai di bawahnya. Tiba –
tiba saja kaki Ben muncul dibalik dinding Fly over, nyaris saja mengenai
wajahnya, tak lama tinju Lee mengenai wajahnya. Ia cepat menghindar, sekarang
dihadapannya Lee dan Ben siap melawannya. Dua lawan satu. Dengan santai pemuda
itu meladeni permainan mereka berdua. Ben berlari dari belakang pemuda itu.
“bugg” kaki pemuda itu dengan cepat mengangkat hingga dengan sekali tendangan
Ben pingsan. Lee langsung bereaksi dengan cepat tinjunya beberapa kali mengenai
wajah pemuda itu. Pemuda itu juga melancarkan tinju kearah wajah dan perut
secara cepat. Lee mencoba menendang pemuda itu, kakinya hampir mengenai perut
pemuda itu namun cepat tertangkap dan “krek” dengan sekali sentuhan kaki Lee
patah. Ben dan Lee terkapar tak berdaya menahan sakit. Sementara pemuda itu
kembali duduk di tempat semula.
“Ss..siapa kau” Lee
Pemuda
berkaus lusuh itu hanya menyunggingkan bibirnya “gak perlu tau nama gue, yang
penting jauhin kampung Tagol, gue udah cukup sabar dengan kelakuan berandal
kalian” Ia kemudian pergi. Beberapa langkah, ponselnya berbunyi “anak buah
kalian, kami gantung di gerbang, dan jangan pernah balik kesini lagi”
lanjutnya.
Ben dan Lee masih tak berdaya di Fly over, bahkan hingga
pemuda itu tak terlihat lagi. Sesosok pria datang dari kejauhan. Itu Risno, si
pendiam.
“Pantas kalian berdua
kalah” Risno menyunggingkan bibirnya persis apa yang di lakukan pemuda tadi. Ia
membopong Ben dan Lee pergi dari sana.
Jakarta siang, kini ada di pihak kampung Tagool, tidak di
Kelompok Kei. Pemuda kampung Tagool bersuka cita dengan apa yang mereka lakukan
hari ini. Tapi tidak pemuda yang sudah memimpin mereka di pertarungan ini. Ia
tampak menyesali semua ini. Ia mengurung diri di rumahnya. Membersihkan semua
dari darah bekas pertarungan tadi. Ia meyesal mestinya, ia terus bersabar
karena sabar tidak ada batasnya itulah yang diajarkan agama. Harusnya
pertarungan ini tidak pernah terjadi, tapi ini terjadi, dan dia harus kembali
mengotori tangannya dengan hal busuk. Penyesalan yang sulit.
“dia kembali” Risno
buka mulut diantara kepusingan dua partnernya
“siapa ?” Kei
“lelaki itu, teman
lama” Risno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar