Semua
berawal dari sapaan – sapaan kecil. Dari tahun 92’, lahir dua bayi lucu, Yudha
dan Galuh. Mereka dilahirkan di tempat yang berbeda. Banyuwangi 92’, Galuh
Larangga lahir, berkulit kuning langsat dengan mata sayu. Berbeda dengan orang
jawa kebanyakan yang berperawakan halus. Jawa yang satu ini punya hal yang
beda. Dia berperawakan keras, mungkin karena bapaknya penggemar musik – musik cadas.
Bergerak jauh ke Kebayoran lama, Jakarta 92’, lahir juga Yudha, berkulit putih,
dengan mata sipit. Mereka berdua adalah calon laki – laki konyol di masa yang
akan datang. Ada hal aneh pas kelahiran Yudha, pas Yudha keluar ke dunia,
bapaknya langsung menyanyikan lagu “You’ll never walk alone” berharap anaknya
nanti jadi liverpudlian sejati, keluarga yang aneh. Galuh tumbuh jadi bocah
kecil yang kelihatan lucu denga kata – kata “Bastard”nya. Efek menonton film
perang tengah malam. Dengan kolor dan
singlet, Galuh kecil bermain dengan riang di sepanjang pantai belakang
rumahnya yang masih asri. Setiap bertemu nelayan di pantai, dia selalu
berteriak “Bastard !” sambil lari – lari kecil dan ketawa – ketawa sebagaimana
bocah yang gak tau apa – apa. Seenggaknya bukan bule yang dia teriakin begitu. Pasti
jadinya bakal beda kalau itu terjadi. Bocah kecil item itu bakalan di gantung
di tengah padang gandum dan di jadiin makanan buat siluman gagak yang kayak di
film Jeepers Creepers. Yudha agak
lebih elit, hampir semua baju yang dia punya bernuansa Liverpool, seenggaknya
Yudha gak lari – larian pake kolor sama singlet doang. Setiap ada pertandingan
Liverpool, bapaknya selalu mengajak Yudha kecil buat nobar. Dengan atribut lengkap ala hooligan bapak dan anak ini
menyanyikan Youll never walk alone bersama – sama didepan layar televisi 14
inch yang volumenya digedein biar berasa nonton di stadion. Efeknya Yudha jadi
selalu mengangkat tangan ala hooligan dan menyanyikan lagu You’ll never walk
alone di depan teman – temannya.
Beranjak
remaja, Yudha dan Galuh mulai mengerti arti kata – kata. Galuh akhirnya
mengerti kata “Bastard” dan Yudha akhirnya mengerti kata “You’ll never walk
alone” beserta kegunaannya dalam kehidupan sehari – hari, dan dia bangga
menjadi liverpudlian. Masa SMP mereka masih terlihat cukup lucu. Tapi beruntung
mereka gak SMP di jaman Gadget. Gak kebayang mereka berdua punya Facebook
dengan nama – nama alay masa kini. Galuh pasti bakal pake nama facebook Galoehnaxbastard tanpa spasi tentunya. Dan
Yudha bakal pake nama YudhacipitnaxkebayoranlamaLiverpudliansejati juga tanpa
spasi tentunya. Dan mereka bakal cari cheat biar temen facebook mereka jadi
ribuan. Dan mereka bakal nge-like semua status yang nongol di berandanya. Dan mereka
bakal ikut fans page cuma buat komen “add aq yaa” di kolom komentar status fans
page itu atau mereka bakalan komen di status cewe “..,,leh nal gk..?,,” dan
bakalan spam ke inbox itu cewe kalo komennya gak di bales. Mereka berdua pasti
bakal terlihat lebih hina lagi kalau SMP di jaman ini. Salah satu kenangan masa
SMP adalah cinta monyet, tapi di jaman yang belum banyak handphone, itu semua
jadi sulit. Yudha punya kriteria sendiri untuk cewek idamannya, cantik, gak
kurus dan yang paling penting, mau diajak makan nasi uduk. Kalau Galuh gak
terlalu tertarik memikirkan tentang wanita, life like a river itu motto
hidupnya. Tapi bukan berarti Galuh gay. Yudha lain lagi, dia selalu mengirim
surat ke alamat cewek yang di taksir. Dan biasanya isinya pasti ngaco. Dia selalu
menulis surat cintanya seperti menulis surat resmi buat presiden, dan pas nulisnya
pasti keringet dingin. Dan pernah dia bikin surat cinta untuk cewek sekelasnya.
Besoknya cewek itu pindah kelas.
Di
SMK, mereka masih dalam jarak yang jauh yang terpisah dan belum juga saling
mengenal. Galuh masih dalam pendiriannya yaitu life like a river dan Yudha
masih belum bisa move on dari kejadian SMP. Tapi life like a river, Yudha dan
Galuh jadi dua remaja beranjak deawasa yang mengalami masa pasang surut. Tiga tahun
belajar serius sudah cukup menempatkan Galuh di akpar Sahid dan Yudha sebagai
pelayan bar di sebuah bar di Grand Indonesia.Galuh punya panggilan sendiri di
kampusnya “Karyo” mungkin itu karna logat jawanya yang masih sangat kental saat
tiba di jakarta dan kuliah di akpar sahid jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar