Siang ini mencapai puncaknya. Temperatur mencapai 36 derajat celcius. Sebuah jalan kecil di sebuah desa yang kecil. Jalan 21. Disitulah mereka tinggal. Sebuah gubuk tua. Mikael. Ia adalah pemuda miskin. Penyendiri. Dan misterius. Rambutnya panjang tak terawat. Dengan baju musim panas yang kotor. Wajahnya terlihat lebih tua dari umurnya. Ia adalah pemuda 25 tahun tapi wajahnya memberi kesan ia berumur 40 tahun. Ia pria tinggi dengan kumis dan janggut yang menyatu hingga menutupi bibirnya yang tipis. Siang itu ia baru pulang dari ladang gandum luas di belakang rumah miliknya. Peralatan yang ia bawa memperlihatkan kesan ngeri. Tapi tak akan ada yang melihatnya seperti itu. Ia hanya tinggal di daerah yang kecil bahkan terpencil. Di gubuk itu juga tinggal kakak Mikael yaitu James. Ia pria berbadan tambun. Dengan kumis dan janggut yang cukup terawat. Tampak sekali ia selalu mencukur bulu - bulu yang menutupi bibir tipisnya. Tingginya hampir sama seperti mikael sekitar 185 cm. Pakaian petani yang ia pakai terlihat sempit karena badannya yang besar. "Mikael !!" James. Mikael menghampiri James. "pergilah ke gudang. Dan coba kau periksa apa yang kita punya" James. Mikael pergi tanpa berkata apapun. Digudang yang berdebu itu tesimpan beberapa karung gandum yang ditumpuk dan tiga ekor sapi australia. Mikael kembali ke James yang sedang duduk di kursi goyang dekat teras rumah. "3karung gandum" Mikael. Ia hanya bicara itu dan pergi lagi. Begitulah Mikael, sangat pendiam. Siang menjelang petang burung - burung pergi kesarang. James mencoba menyalakan generator untuk penerangan. Mikael pergi kerumah pamannya, Baines. Mereka berencana untuk berburu. James tak peduli itu. Ia sedang menjalankan bisnis dengan orang kota. Tiap malam ia pergi. Mikael pergi dengan membawa senapan dan beberapa benang tajam. Matahari mulai tenggelam. Mikael berjalan ke atas tebing dengan pemandangan danau yang indah. Disana mereka dikuburkan. Orang tua Mikael. Mereka mati dalam kecelakaan saat Mikael masih berumur 7 tahun. Tiap sore. Mikael selalu menyempatkan diri ke makam orang tuanya itu. Hingga matahari terbenam. Pamannya telah siap juga dengan peralatan berburu. Pria pendek berumur setengah abad dengan baju longgar dan sepatu berburu. Wajahnya agak keriput.
Gelap mulai menghampiri. Hutan tampak menyeramkan bagi yang tak terbiasa. Mereka sudah terbiasa. Dengan senapan. Mereka bisa membunuh apa saja dengan itu. "kau lihat itu Mike" paman baines. Duar. Suara tembakan mengejutkan burung - burung yang sedang tertidur. Seketika seekor rusa besar terjatuh dari balik semak. "selalu tak mendengara aba - aba. Tapi tak apa ini tangkapan besar. Mike" paman baines. Ia mengikat kaki - kaki rusa itu dan membawanya ke mobil bak terbuka yang biasa ia pakai untuk mengangkut hasil panen.
Sorot lampu mobil paman baines menerangi jalan pedesaan yang berlumpur. Di samping kanan kiri mereka hanyalah pepohonan pinus yang begitu lebat. Di depan sudah tampak rimbunan ladang Gandum. Batang - batang gandum itu begitu rapat dan tinggi. Hingga rumah paman baines tersamar dibalik ladang itu. Perlahan mobil meninggalkan hutan dan masuk jalan pedesaan. Walau itu hanya sebuah jalan kecil namun Ladang - ladang dan pemandangan alamnya benar - benar menakjubkan. Mereka telah sampai, 1 ekor rusa, dan 3 ekor kelinci diturunkan dari mobil. Juga seekor musang hidup yang tadinya terperangkap jebakan. Mikael memasukan semua ke dalam rumah paman baines. "kau mau teh Mike." paman baines. Mike hanya mengangguk. Ia duduk di sebuah bangku salah satu sisi meja makan. Tak lama paman baines membawa teh hangat ke meja makan. Aromanya melati campur mint. Benar - benar menyejukan. Paman baines memang saat muda dulu ia pernah bekerja di sebuah toko teh cina. Tak heran ia dapat membuat teh yang nikmat. Mikael terlihat selalu menikmati teh yang dibuat paman baines. Wajahnya cerah seketika. Seolah tak terasa letih lagi. Setelah dirasa tidak letih lagi Mikael bangkit dari kursinya. "kau tidak menginap Mike ?" paman baines. "tidak,." Mikael. "yasudah, terima kasih telah membantuku berburu. Besok pagi paman akan kerumah mu mengatar hasil berburu hari ini" paman baines. "ya, paman" Mikael."oia apa kau ingin membawa musang ini" paman baines. Seekor musang hitam kecil agak terpincang di dalam kandang kecil. Mikael melihatnya sejenak. "akan kubawa" Mikael. Ia melangkah keluar. Rumahnya agak jauh dari rumah paman baines. Juga gelapnya malam yang sudah semakin larut. Namun, Mikael sudah terbiasa dengan hal itu. Ia berjalan menyusuri jalan berlumpur melewati ladang - ladang gandum. Dari kejauhan sebuah tebing batu dengan rumput tipis dan satu pohon pinus tua tampak indah tersiram cahaya rembulan. Itu membuat siluet yang begitu indah. Namun siluet dua pusara dibawah pohon pinus tua mengundang kesedihan.
Mikael sampai di rumahnya. James ternyata masih belum pulang. Itu tak masalah baginya. James memang selalu begitu. Ia memindahkan musang kecil itu keluar kandang. Ia memberi sedikit obat luka di kaki musang itu. Dan kembali memasukannya kedalam kandang yang lebih besar dengan sebuah dahan kecil didalamnya. Musang itu tampak bingung dengan tempat barunya. Mikael mencucui tangannya yang kotor sehabis berburu tadi. Ia merebahkan diri di kamarnya yang kecil. Begitu saja, hingga ia terlelap, bermimpi saat - saat indah di Jalan 21.
Gelap mulai menghampiri. Hutan tampak menyeramkan bagi yang tak terbiasa. Mereka sudah terbiasa. Dengan senapan. Mereka bisa membunuh apa saja dengan itu. "kau lihat itu Mike" paman baines. Duar. Suara tembakan mengejutkan burung - burung yang sedang tertidur. Seketika seekor rusa besar terjatuh dari balik semak. "selalu tak mendengara aba - aba. Tapi tak apa ini tangkapan besar. Mike" paman baines. Ia mengikat kaki - kaki rusa itu dan membawanya ke mobil bak terbuka yang biasa ia pakai untuk mengangkut hasil panen.
Sorot lampu mobil paman baines menerangi jalan pedesaan yang berlumpur. Di samping kanan kiri mereka hanyalah pepohonan pinus yang begitu lebat. Di depan sudah tampak rimbunan ladang Gandum. Batang - batang gandum itu begitu rapat dan tinggi. Hingga rumah paman baines tersamar dibalik ladang itu. Perlahan mobil meninggalkan hutan dan masuk jalan pedesaan. Walau itu hanya sebuah jalan kecil namun Ladang - ladang dan pemandangan alamnya benar - benar menakjubkan. Mereka telah sampai, 1 ekor rusa, dan 3 ekor kelinci diturunkan dari mobil. Juga seekor musang hidup yang tadinya terperangkap jebakan. Mikael memasukan semua ke dalam rumah paman baines. "kau mau teh Mike." paman baines. Mike hanya mengangguk. Ia duduk di sebuah bangku salah satu sisi meja makan. Tak lama paman baines membawa teh hangat ke meja makan. Aromanya melati campur mint. Benar - benar menyejukan. Paman baines memang saat muda dulu ia pernah bekerja di sebuah toko teh cina. Tak heran ia dapat membuat teh yang nikmat. Mikael terlihat selalu menikmati teh yang dibuat paman baines. Wajahnya cerah seketika. Seolah tak terasa letih lagi. Setelah dirasa tidak letih lagi Mikael bangkit dari kursinya. "kau tidak menginap Mike ?" paman baines. "tidak,." Mikael. "yasudah, terima kasih telah membantuku berburu. Besok pagi paman akan kerumah mu mengatar hasil berburu hari ini" paman baines. "ya, paman" Mikael."oia apa kau ingin membawa musang ini" paman baines. Seekor musang hitam kecil agak terpincang di dalam kandang kecil. Mikael melihatnya sejenak. "akan kubawa" Mikael. Ia melangkah keluar. Rumahnya agak jauh dari rumah paman baines. Juga gelapnya malam yang sudah semakin larut. Namun, Mikael sudah terbiasa dengan hal itu. Ia berjalan menyusuri jalan berlumpur melewati ladang - ladang gandum. Dari kejauhan sebuah tebing batu dengan rumput tipis dan satu pohon pinus tua tampak indah tersiram cahaya rembulan. Itu membuat siluet yang begitu indah. Namun siluet dua pusara dibawah pohon pinus tua mengundang kesedihan.
Mikael sampai di rumahnya. James ternyata masih belum pulang. Itu tak masalah baginya. James memang selalu begitu. Ia memindahkan musang kecil itu keluar kandang. Ia memberi sedikit obat luka di kaki musang itu. Dan kembali memasukannya kedalam kandang yang lebih besar dengan sebuah dahan kecil didalamnya. Musang itu tampak bingung dengan tempat barunya. Mikael mencucui tangannya yang kotor sehabis berburu tadi. Ia merebahkan diri di kamarnya yang kecil. Begitu saja, hingga ia terlelap, bermimpi saat - saat indah di Jalan 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar