“klara, pegang tangan ku, sebelum pohon tua itu patah!!” andi berusaha menggapai tangan putih dengan wajah panik yang terlihat jelas, “ tidak bisa andi , kau terlalu jauh, aku tak bisa mencapai tanganmu!!” klara berteriak kembali, air terjun yang deras memendam suara kencangnya. Andi berusaha mencari pegangan yang kuat, akar rotan yang cukup panjang ia ambil dari balik semak, akar itu tampak kuat dengan ukuran tiga jari yang terhubung pada sebuah pohon rotan yang kokoh, ia melompat kedalam air berusaha mengikuti arus yang akan jatuh. Diujung arus tampak klara yang berpegang pada satu dahan pohon yang akan patah. Arus yang kencang membawa andi beserta akar rotan yang masih tersangkut dengan pohonya kearah klara. Dahan pohon itu patah “cepatlah andiiii!!” klara berteriak bersamaan dengan patahnya dahan itu, tangan andi berhasil memegang tangan klara , akar rotan tepat berhenti diujung sungai. Dahan itu jatuh bersama dengan air sungai yang mengalir deras. Akar rotan ditarik kencang oleh andi , ia mengayuhkan kakinya ketepi . “ kurasa aku tidak akan ingin terjun kesungai lagi untuk beberapa minggu ini” klara terbaring di rerumputan tebing air terjun disampingnya andi terbaring sambil masih memegangi akar rotan yang menyelamatkan mereka , “ya kau berhutang satu nyawa padaku” andi “ hahahaha, kuharap kubisa membalasnya nanti setelah kubisa bangun, badanku terasa lemas” klara “ ya kujuga, mungkin kejadian tadi melemaskan saraf – saraf kita, beberapa menit lagi mungkin kita bisa bangun, namun kuharap okta dan fajrin dapat menemukan kita sebelum matahari terbenam. karena jika hari sudah gelap , harimau akan mencari mangsanya” andi “ apa kau bilang tadi!!” klara
“okta bisakah kau berlari lebih cepat !!” fajrin berteriak kepada okta yang tertinggal jauh dibelakangnya, “dengan tas berat , lumpur dan tubuh besar ini , lupakanlah !!” okta masih berusaha berlari mengejar fajrin dengan tergesa. Fajrin meraih tas besar okta dan memikulnya “ aku akan bawa tas mu, sekarang berlarilah lebih cepat” fajrin. “ baiklah baiklah itu cukup membantu,” okta. Ia berlari lebih kencang walau hanya sedikit perbedaannya dari yang sebelumnya, fajrin didepanya terus menerjang semak pakis yang lebat, daun jelatang yang tumbuh di tepian semak sangat mereka hindari, walau tetap saja terkena tangan mereka berdua, daun itu membuat tangan keduanya memerah. “Apa kau bisa mendengar arus sungainya??” fajrin smabil terus berlari “ tidak , sedari tadi hanya suara semak yang kau hancurkan yang kudengar” okta. “ sial, kita harus menemukan andi dan klara sebelum matahari terbenam” fajrin terus mencari – cari arah menuju sungai “ ya semoga mereka masih selamat” okta . “ kau benar “ fajrin masih terus berharap menemukan kedua temannya itu. “kau dengar itu “ fajrin akhirnya berbicara setelah setengah jam mereka berlari menyusuri hutan. Okta tampak mulai kehabisan nafas dan menjawab fajrin dengan enggan “ dengar apa, yang kudengar adalah dengungan bising ditelinga ku karena pencarian ini membuatku lelah” . “ayolah itu suara sungai dengan arus memecah batu, sebentar lagi kita akan sampai” fajrin . “ baguslah , setidaknya kita dapat berlari lebih pelan sedikit” okta mengikuti fajrin yang terus berlari menuju tepian. Sungai yang deras dengan air jernih cukup melegakan , karena setidaknya mereka hanya tinggal mengikuti tepian dan arah arus.
“apa kau dengar suara itu ta?” fajrin. “ya kurasa itu suara deburan arus yang menghantam batu” okta. “dengarlah dengan seksama, ini suara air terjun itu artinya, ujung sungai ini semakin dekat”fajrin. “tapi fajrin , tidak ada percikan air kearah kita sedikit pun walau kita sudah berada dekat dengan sumber suara”okta. “ kau benar atau ini adalah kemungkinan terburuk, air ini bukan dari atas, melainkan akan turun kebawah!” fajrin menyimpulkan. Ia berlari terus di tepian berbatu, okta melangkah dengan hati – hati agar tidak terpeleset. Arus semakin kencang , fajrin tahu air itu akan jatuh semua ke bawah sebentar lagi. Ia tetap berharap masih dapat menemukan kedua teman barunya dalam keadaan hidup. Ujung tebing kini terlihat. Itu hanyalah batu yang ditumbuhi lumut diatasnya. Mata fajrin terus menelisik kesegala penjuru sungai. Okta yang akhirnya dapat mengejar fajrin segera memicingkan mata mencari dua pemuda yang tengah hari tadi mereka lihat hanyut di bawa arus sungai. Fajrin tampak mulai putus asa , tidak ada yang ia temukan selain dahan pohon dan air. Kekaburan senja menyulitkan mereka mencari, ditambah dengan kegelisahan yang membuat pencarian mereka tergesa. “Fajrin lihat itu, ditepian dekat tebing, yang bagian berpasir. Kurasa aku melihat dua orang tergeletak disana” okta menunjuk kerah gosong dekat tebing berbatu. “ kuharap itu mereka” fajrin bergegas menghampiri tempat yang ditunjuk okta tadi.
“astaga, ku harap mereka masih hidup” fajrin memeriksa denyut nadi di tangan kedua temannya yang sekarang tergeletak tak berdaya. “bagaimana apa mereka masih hidup” terdengar kecemasan dalam nada suara okta. Setelah beberapa menit berlalu, fajrin memastikan mereka masih hidup. “mereka hanya pingsan karena keletihan, sebaiknya kita bawa mereka ketempat yang lebih kering untuk sembari menyalakan api unggun dan membuat tempat peristirahatan sementara”. Mereka sampai di tanah yang landai dan dialasi daun – daun kering yang jatuh dari pohon besar deibawah mereka. Fajrin mulai membuat perapian, okta mengurus kedua teman mereka yang pingsan dengan mengompres keduanya memakai sapu tangan usan yang dibasahi dengan air panas lalu diletakan dikepala mereka. Fajrin akhirnya menyelesaikan pekrjaannya, tiba – tiba ada suara semak yang bergoyang karena sesuatu. Fajrin mengurungkan niatnya bergabung dengan okta dekat perapian, ia membawa parangnya untuk berjaga – jaga jika ada serangan. Ia membuka semak yang bergerak didepanya, lalu sesuatu muncul………. (bersambung)
“okta bisakah kau berlari lebih cepat !!” fajrin berteriak kepada okta yang tertinggal jauh dibelakangnya, “dengan tas berat , lumpur dan tubuh besar ini , lupakanlah !!” okta masih berusaha berlari mengejar fajrin dengan tergesa. Fajrin meraih tas besar okta dan memikulnya “ aku akan bawa tas mu, sekarang berlarilah lebih cepat” fajrin. “ baiklah baiklah itu cukup membantu,” okta. Ia berlari lebih kencang walau hanya sedikit perbedaannya dari yang sebelumnya, fajrin didepanya terus menerjang semak pakis yang lebat, daun jelatang yang tumbuh di tepian semak sangat mereka hindari, walau tetap saja terkena tangan mereka berdua, daun itu membuat tangan keduanya memerah. “Apa kau bisa mendengar arus sungainya??” fajrin smabil terus berlari “ tidak , sedari tadi hanya suara semak yang kau hancurkan yang kudengar” okta. “ sial, kita harus menemukan andi dan klara sebelum matahari terbenam” fajrin terus mencari – cari arah menuju sungai “ ya semoga mereka masih selamat” okta . “ kau benar “ fajrin masih terus berharap menemukan kedua temannya itu. “kau dengar itu “ fajrin akhirnya berbicara setelah setengah jam mereka berlari menyusuri hutan. Okta tampak mulai kehabisan nafas dan menjawab fajrin dengan enggan “ dengar apa, yang kudengar adalah dengungan bising ditelinga ku karena pencarian ini membuatku lelah” . “ayolah itu suara sungai dengan arus memecah batu, sebentar lagi kita akan sampai” fajrin . “ baguslah , setidaknya kita dapat berlari lebih pelan sedikit” okta mengikuti fajrin yang terus berlari menuju tepian. Sungai yang deras dengan air jernih cukup melegakan , karena setidaknya mereka hanya tinggal mengikuti tepian dan arah arus.
“apa kau dengar suara itu ta?” fajrin. “ya kurasa itu suara deburan arus yang menghantam batu” okta. “dengarlah dengan seksama, ini suara air terjun itu artinya, ujung sungai ini semakin dekat”fajrin. “tapi fajrin , tidak ada percikan air kearah kita sedikit pun walau kita sudah berada dekat dengan sumber suara”okta. “ kau benar atau ini adalah kemungkinan terburuk, air ini bukan dari atas, melainkan akan turun kebawah!” fajrin menyimpulkan. Ia berlari terus di tepian berbatu, okta melangkah dengan hati – hati agar tidak terpeleset. Arus semakin kencang , fajrin tahu air itu akan jatuh semua ke bawah sebentar lagi. Ia tetap berharap masih dapat menemukan kedua teman barunya dalam keadaan hidup. Ujung tebing kini terlihat. Itu hanyalah batu yang ditumbuhi lumut diatasnya. Mata fajrin terus menelisik kesegala penjuru sungai. Okta yang akhirnya dapat mengejar fajrin segera memicingkan mata mencari dua pemuda yang tengah hari tadi mereka lihat hanyut di bawa arus sungai. Fajrin tampak mulai putus asa , tidak ada yang ia temukan selain dahan pohon dan air. Kekaburan senja menyulitkan mereka mencari, ditambah dengan kegelisahan yang membuat pencarian mereka tergesa. “Fajrin lihat itu, ditepian dekat tebing, yang bagian berpasir. Kurasa aku melihat dua orang tergeletak disana” okta menunjuk kerah gosong dekat tebing berbatu. “ kuharap itu mereka” fajrin bergegas menghampiri tempat yang ditunjuk okta tadi.
“astaga, ku harap mereka masih hidup” fajrin memeriksa denyut nadi di tangan kedua temannya yang sekarang tergeletak tak berdaya. “bagaimana apa mereka masih hidup” terdengar kecemasan dalam nada suara okta. Setelah beberapa menit berlalu, fajrin memastikan mereka masih hidup. “mereka hanya pingsan karena keletihan, sebaiknya kita bawa mereka ketempat yang lebih kering untuk sembari menyalakan api unggun dan membuat tempat peristirahatan sementara”. Mereka sampai di tanah yang landai dan dialasi daun – daun kering yang jatuh dari pohon besar deibawah mereka. Fajrin mulai membuat perapian, okta mengurus kedua teman mereka yang pingsan dengan mengompres keduanya memakai sapu tangan usan yang dibasahi dengan air panas lalu diletakan dikepala mereka. Fajrin akhirnya menyelesaikan pekrjaannya, tiba – tiba ada suara semak yang bergoyang karena sesuatu. Fajrin mengurungkan niatnya bergabung dengan okta dekat perapian, ia membawa parangnya untuk berjaga – jaga jika ada serangan. Ia membuka semak yang bergerak didepanya, lalu sesuatu muncul………. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar