Pages

Minggu, 30 Desember 2012

Cerpen - Peluru

Ahmad tersungkur di depan orang yang tadinya ia todongkan senjata. sebuah peluru keluar dari senjata yang ada di belakangnya. ia hanya sekilas melihat. dan semua gelap. "duarr" sekali lagi tembakan kali ini tepat bersarang di kaki Kopral Joko sebelum ia bisa menoleh kebelakang. "Pengkhianaaatt !!! tangkap diaa" kopral joko kenal sekali suara itu. tak lama kemudian sekelompok aparat keluar dari gelapnya lorong. Kepala polisi juga ada disana. kopral joko tak tahu pasti siapa yang menembak dan memfitnahnya. tapi yg ia tahu pasti ia dalam masalah besar sekarang. segerombol aparat itu telah mengepung kopral joko. seseorang muncul dari gerombolan aparat itu. "tangkap dia" seru kepala polisi. mereka menangkap kopral joko. "dan bawa dia kerumah sakit. ia terluka parah" lanjutnya sambil menunjuk Ahmad yang mulai kehabisan darahnya. ia tertembak di bagian perutnya. tak lama satu pasukan itu telah menyelesaikan tugasnya. "lapor pak,  semua perintah anda telah kami laksanakan" lapor salah seorang anggota dari pasukan tersebut. "baiklah. kalian langsung menuju ke kantor" Kepala Polisi. "Siap laksanakan, Pak" Anggota Polisi. Ia pun berlalu. dan suara sirine mulai menggema dari area pelataran rumah mewah itu. "tadi itu nyaris saja. anak muda dan Kopral sialan itu. benar - benar mengancam ku" Pria berbadan gemuk berpakaian piyama menyalakan cerutunya. "maafkan saya agak terlamabat,Pak" seru pria lain di ruangan itu. "yasudah kau boleh pergi sekarang. dan hilangkan jejak" Seru pria. gemuk itu. ruangan  kembali sunyi. hanya asap cerutu yg menguap di sana. tak lama sirine terakhir hilang dari pendengaran.
satu pasukan mobil patroli tiba serentak di kantor. sirine yg sedari tadi menggema, berhenti. para jurnalis yg telah lama menunggu kabar, menghampiri gerombolan polisi itu. mereka bergerombol di depan mobil kepala polisi dan sebuah mobil tahanan. Kopral Joko keluar dari mobil tahanan. ia dibawa cepat kedalam kantor. walau begitu wajahnya tetap saja tersorot media. beberapa pertanyaan di ajukan kepada kepala polisi, dan dijawab dengan tenang olehnya. dan jawaban itu pastinya di sukai oleh para jurnalis. setelah semuanya selesai, kepala polisi masuk ke kantor dan siap untuk interogasi.
Mobil lain bergerak cepat menembus malam ke sebuah rumah sakit swasta yang cukup besar. Sirinenya bahkan memcah kesunyian. Seseorang yang kehilangan banyak darah dikeluarkan oleh beberapa orang berpakaian perawat. Ia dibawa ke UGD. Keadaannya sekarat. Sementara itu di tempat berbeda kopral joko, di interogasi oleh kepala polisi. Dari luar ruangan terdengar hentakan meja. Beberapa pertanyaan pun di ajukan. Dan tentu saja kepala polis tak puas dengan jawaban itu. Kopral joko pada akhirnya memilih bungkam. Ia tahu, jika sekali berurusan dengan aparat kau tak akan keluar selmat. Dinding penjara yang dingin menyambut kopral joko dengan dingin juga. Ia hanya tinggal menunggu putusan hakim terhadap perkaranya. Dengan sedikit berharap datangnya keajaiban Di rumah sakit sekelompok dokter coba menyelamatkan nyawa seorang pemuda. Ia adalah ahmad. Beberapa orang dokter berusaha keras mengeluarkan peluru dari dalam perut dan kaki Ahmad. Keadaannya kian tak menentu. Darahnya tak henti mengalir walau telah diberi obat bius. Waktu yang tersisa tak lama. Ada 3 peluru yang bersarang di perut Ahmad dan dengan beruntung dikeluarkan dengan mudah oleh tim dokter. Menyisakan peluru - peluru lain yang bersarang di kakinya dan masih berusaha di keluarkan. Sekitar dua jam sudah dokter - dokter itu bekerja. Semua sudah dijahit. Semua lubang - lubang akibat peluru. Tapi ada hal aneh, denyut jantungnya melemah. Tim dokter berusaha mengembalikannya ke normal lagi. Setelah usaha yang begitu gigih. Akhirnya mereka dapat membuat normal kembali walau tetap lemah namun stabil. Ahmad masih belum sadarkan diri.
Hari pertama dipenjara. Hari pertama mengenakan pakaian tahanan. Dan satu sel dengan beberapa penjahat yang pernah ia tangkap. Kopral Joko merasa aneh dengan keadaannya sekarang. Penjahat - penjahat yang pernah ia tangkap menatapnya begitu tajam dari sudut ruang. Ia bahkan tak berdaya lagi. Walau ia sanggup mengalahkan orang itu. Tapi tak mungkin ia berkelahi dengan mereka di dalam penjara. Itu hanya akan menambah kekacauan yang terjadi. Seorang pemuda yang kurus dengan kulit putih sehingga pakaian tahanan itu seakan kebesaran jika dipakai olehnya menghampiri Kopral Joko dengan basa - basi. " bukankah kau detektif itu " pemuda. "tidak lagi" kopral joko. Ia sedang merenung dengan tatapan kosong. "saya indra, kenapa anda disini. Bukan kah anda tidak seharusnya disini" indra. "apa kau baru masuk penjara anak muda. Apa perkara mu ?" kopral joko. Dengan heran ia menatap pemuda yang banyak tanya itu. "ya. Tapi saya adalah korban kekeliruan" indra. "tidak. Aparat tidak pernah keliru" kopral joko. "setelah apa yang mereka lakukan padamu, kau masih percaya mereka?!!. Aku tidak bisa percaya ini" indra agak naik pitam dibuatnya.
Dirumah sakit, Ahmad masih belum sadarkan diri. Jantungnya tetap bekerja. Tetapi tubuhnya tidak. Setelah semua kerja keras seluruh tim dokter. Ia selamat. Namun hanya jantungnya saja. Ia tetap tak sadarkan diri. Semua memori di otaknya seperti akan beku. Tapi tim dokter masih berusaha terus mengecek perkembangannya.
Sementara ia terbaring. Diluar, tampak bagus. Tapi kebusukan didalam tak dapat dihilangkan. Kebusukan yang tak akan terungkap kecuali oleh orang2 terpilih yang cerdas dan berani menghadap tembok besi.
Sebulan berlalu. Ahmad masih belum ada perkembangan. Kopral joko sudah beradaptasi dengan lingkungannya. Misteri peluru belum terungkap tapi tenggelam dalam berita - berita tentang pemerintahan.

Senin, 15 Oktober 2012

Cerpen - Ia Adalah Tak Terduga

satu lagi ada yang mati. polisi itu semalam bunuh diri. frustasinya mungkin. tapi kemungkinan itu masih tetap bercabang seperti anak sungai yang membelah hutan. beberapa petugas investigasi terus mengendus apa sebab. apa yang menyebabkan. ada apa gerangan. TKP terasa hening tak seperti biasanya di ramaikan oleh beberapa ingerogasi tersangka maupun saksi. polisi malang itu menembak jantungya sendiri di kursi terdakwa. apa yang coba ia katakan. mereka masih terus mencari. dalam keremangan ruang itu suasana mencekam menghampiri. beberapa anggota investigasi tenggelam dalam pekerjaannya. hening. diam tanpa suara. "kita sudahi hari ini" sahut salah satu pria di antara mereka. berdiri. meninggalkan ruang sepi itu. "hey kau. ke ruangan ku sekarang" panggil lelaki berbadan tambun yang baru saja keluar dari ruangannya. "ada apa, Pak ??" investigator. "sebaiknya kalian menghentikan investigasi ini. ini hanya membuang waktu saja" pria itu. "tapi kami baru hanya menyelesaikan 40% investigasi ini" investigator. "ini perintah. sudahi dan ambil upah kalian untuk penyelidikan ini." pria itu. "baiklah jika begitu,Pak" investigator. kedua pria itu berjabatan tangan. dan sang investigator pergi meninggalkan ruangan. Pria itu adalah kepala polisi. ia salah satu yang terpukul dan tersorot dalam kasus kematian anak buahnya itu. tak habis pikir. mengapa. apa yang terjadi. hari - hari berlalu tanpa menyisakan tanda tanya. hiruk pikuk kasus itu hilang tak bersisa. orang orang telah lupa sama sekali dengan kejadian itu. namun tak sama halnya dengan keluarga. tak sama halnya dengan instansi tempatnya bekerja. mereka masih menyimpannya dalam ruang ingatan mereka. ruang prajurit yang mati itu. masih dibiarkan kosong. mereka belum mencari penggantinya. hanya lampu ruangan yang tetap di biarkan menyala. sesekali pria kepala instansi masuk ke ruangan itu untuk sekedar menyeruput teh paginya dan mencoba membuka ingatan tentang anak buah yang sangat ia banggakan. beberapa hari lagi ruangan itu akan terisi oleh orang baru. instansi mengadakan seleksi masuk yang ketat untuk menggantikan posisi prajurit malang itu. hanya satu dari beberapa prajurit terpilih dari beberapa instansi. prajurit ini adalah seorang penyidik handal. ia dingin. tak pernah menyerah. dan setia pada instansi dan negara. kalimat itu di kumandangkan lantang oleh kopral Joko. ia penguji yang akan menyeleksi prajurit - prajurit baru itu. diantar mereka mencemooh dengan bisikan yang seperti ular sedang mengintai mangsa. tapi ada juga yang mengambil langkah diam. hari pertama. bahkan jam pertama sudah setengah dari mereka di eliminasi. tinggal kini hanya sedikit dan dapat di hitung dengan jari. Kopral Joko sangat selektif memilihnya. ia butuh kesetian. keberanian. kekuatan batin. mental. juga tentunya kecerdasan. ia pada akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada seorang pemuda kurus dengan rambut gaya tentara. ia maju dengan lagkah siap. ia baru saja mengalahkan orang - orang yang bertubuh lebih besar dan ideal sebagi seorang prajurit. beberapa atasan meragukan keputusan Kopral Joko. tapi mereka tahu, ia adalah orang yang pintar. dan ia pasti tahu kemampuan anak itu.
hari pertamanya bekerja, ia menempati sebuah ruang sempit namun tertata rapi. di meja kerjanya terdapat beberapa file yang belum terselesaikan. itu adalah tugas - tugas yang menanti untuk di selesaikan secara cepat. ia hanya melongo melihat ruangan itu. seperti ada daya magis yang menguap di ruangan itu. nyaman sekali. konsentrasi pun terasa didapat. semua sunyi seketika saat pemuda itu menutup pintu. tak terdengar hiruk pikuk di luar. ditangah ia menelisik seluruh ruangan. ia teringat pesan Kopral Joko. "setelah kau berada di ruang itu periksa bacalah buku kecil ini. ini akan sangat membantu mu" Kopral Joko berbisik kepadanya kemarin. sembari memberikan sebuah buku kecil yang agak usang kemarin. Ia membuka tasnya dan mulai membaca buku itu. disana terdapat beberapa catatan penyidikan yang telah terselesaikan. ia membalik tiap halaman. membaca dengan serius tiap kalimat dan kata. catatan itu begitu menarik. kejadian - kejadian dan penjabaran faktanya begitu detail. ada satu catatan yang koyak. atau sengaja di koyak. di sana hanya tersisa tanggal kejadian dan satu petik kalimat kecilcyang bahkan sulit untuk di baca. tapi mata pemuda itu masih jeli. "pengkhianatan adalah hal yang tak akan dapat di duga kapan dan bagaimana terjadinya" kalimat itu lah yang tertulis di kertas yang telah koyak sebagian besar bagian lainnya. tak ada rasa curiga dari kata - kata itu. mungkin hanya kata mutiara yang di tulis si empunya buku. ia masih bertanya - tanya siapa yang menulis buku catatan itu. Kopral Joko bahkan tak memberi tahunya. tetapi yang pasti orang itu pastilah sangat pintar dalam hal investigasi. dilihat dari penjabaran - penjabaran faktanya. ia pastilah bukan orang sembarangan. hingga jam makan siang datang pemuda itu bahkan belum membuka file - file yang menumpuk di mejanya. seorang petugas dapur datang menawarinya makan. "tak usah kau buatkan, saya makan di luar saja. saya kira saya butuh berbaur" Pemuda itu. "baik lah, Pak" pelayan dapur itu kembali pergi menutup pintu dan hilang diambang pintu. Pemuda itu keluar ruangan. ia melihat Kopral Joko yang juga sedang berjalan keluar. "Kopral .." sahutnya. ia agak berlari mengejarnya. mereka berbincang di sebuah meja panjang kantin. pemuda baru itu menyapa beberapa prajurit lain. "oia ada hal yang ingin saya, tanyakan.tentang buku itu" pemuda itu. Kopral joko berhenti makan seketika. "kita bicarakan itu di ruangan mu saja. nanti saya akan jelaskan" Kopral. "baik lah , Pak" pemuda itu agak heran melihat mimik wajah Kopral Joko yang langsung berubah saat ia menanyakan tentang buku itu.
di ruangan yang sempit itu kini ada dua orang pemikir. "kau tahu ruangan ini" Kopral Joko menelisik ke seluruh ruangan. "ini ruang kepala penyidik" Pemuda itu. "bukan. ini adalag ruang para pemberani ruang dimana penyidik - penyidik hebat bekerja. dengan ketulusan hati dan keberanian jiwa. ini adalah ruang pemuda yang ku ceritakan pada hari seleksi pertama" Kopral Joko. "siapa dia, dan apa hubungannya dengan pertanyaan saya tadi, Pak" pemuda itu. "beberapa bulan lalu jika kau mengikuti berita, kau pasti tahu tentang penyidik yang bunuh diri. Ia adalah temanku. tak dapat di percaya ia mengakhiri hidupnya seperti itu. aku ketua penyidik kematiannya. tapi belum sempat selesai penyidikan dihentikan. kepala instansi memintaku menghentikan penyelidikan itu dan jawaban untukmu. buku itu adalah miliknya banyak kerahasiaan yang butuh di ungkap di buku itu. aku percaya kau dapat memecahkannya. semua data yang sudah dan akan di selesaikannya semua di tulis di buku itu" Kopral Joko. "Kuharap kau dapat segera bertindak , Nak" ia melanjutkan. setelah menceritakan semua itu Kopral Joko beranjak dari tempat duduk dan pergi meninggalkan ruangan. kebingungan tersisa di benaknya. ia merasa terbebani. tapi suasana ruangan itu entah mengapa membuatnya bersemangat. ia membuka kembali buku itu. setelah lembar yang koyak itu ada beberapa kasus kecil yang belum terselesaikan. kasus itu sama dengan kasus - kasus yang ada di atas meja. pemuda itu merasa. si penulis buku itu sudah tau akan ajalnya dan ia menulis semua pekerjaan yang mesti di kerjakan penulisnya. namun yang membuat pemuda itu tercengang adalah kalimat awal pada lembar awal kerja. "jika kasus sebelumnya telah selesai semua akan terungkap. mereka yang sedang bersembunyi dalam lindungan baja" begitulah kalimat awal dalam catatan itu. pemuda itu mencari - cari kasus yang belum terselesaikan itu namun hanya lembar itulah yang menyatakan kasus belum terselesaikan. ia kebingungan luar biasa. keringat dingin karna adrenalin kasus itu sudah mulai keluar. ia berpikir keras dan teringat akan lembaran koyak di buku itu. mungkin jadi satu petunjuk. bekas sobekan itu menunjukan orang itu menyobeknya secara paksa. karna ada beberapa bagian yang tidak koyak. tampaknya penulis tengah dalam keadaan bahaya hingga mesti cepat menghilangkan data dari buku itu. pikiran itu berkecamuk di kepalanya. apa mungkin sobekan itu terdapat petunjuk besar didalamnya. pemuda itu berpikir keras sebelum mengambil keputusan. ia yakin di sanalah kunci dari semua kasus. tapi kini dimana sobekan itu. ia bahkan tak tahu kronologis kematian penulis buku itu. ia teringat Kopral Joko. ia pernah berkata jika ia adalah kepala investigasi kematian pendahulunya. Ia menghambur keluar dengan cepat tiba di ruangan Kopral Joko. "ada apa Ahmad, kau tampak tergesa begitu" Kopral Joko. "aku tahu rahasianya. tapi aku harus mendapat sesuatu yang hilang di buku ini" Ahmad. "apa itu?? Kopral Joko. Ahmad menyodorkan buku itu ke Kopral Joko. ia menunjuk ke sebuah sobekan di satu bagian buku itu. "dan apa kau berpikir bahwa semua kunci seluruh kasus ada di sobekan ini??" Kopral Joko. "ya benar. anda kan kepala penyelidik kasus terbunhnya dia. anda mungkin tahu di mana sobekan ini berada" Ahmad. "tapi tak ada apa - apa di area kejadian perkara, saat itu" Kopral Joko. "sial, di mana ia menyembunyikanya" Ahmad berpikir sejenak. "apa anda tahu alamat keluarga orang ini" lanjutnya. Kopral Joko menulis di sebuah kertas dan memberikanya kepada Ahmad. "semoga kau berhasil, Nak" Kopral Joko.
Esok harinya ia mulai bekerja. Ahmad berpakaian lengkap tapi tidak untuk ke kantor melainkan ke alamat yang di berikan oleh Kopral Joko. Rumah sederhana dipingiran kota berdiri di hadapannya. "Selamat Pagi, Bu. bisakah saya bertemu dengan orang rumah" Ahmad. "oh, silahkan masuk, mas" seorang wanita paruh baya dengan badan yang agak tambun menyambutnya. "sebentar saya panggilkan orang yang ingin anda temui" peremuan itu. Ahmad agak kaget dengan kata - kata perempuan itu. seolah mereka sudah tahu akan kedatangannya. tapi bagaimana. ia mulai memikirkan betapa hebatnya pendahulunya itu. seorang perempuan yang kira - kira berumur 30 tahun keluar dari ruangan. wajahnya seakan cerah menyiratkan harapan. " silahkan duduk" perempuan itu. "terima kasih" Ahmad. "apa anda yang terpilih menggantikan suami saya" perempuan itu. "ya benar. dan soal suami anda saya turut berduka" Ahmad. "yaa, tak apa. ini semua sudah resiko pekerjaan" perempuan itu. "saya tahu anda mencari sesuatu bukan, apa ini yang anda cari" lanjutnya sambil mengambil secarik kertas dari laci dekat ruang tamu. "tapi bagaimana anda bisa tahu semua ini karna bahkan saya belum memberi tahu anda mengapa saya disini" Ahmad terlihat kebingungan sekali. " itu adalah suami saya. ia berpesan setelah lima bulan jika ia gugur dan ada penggantinya yang datang ke rumah ini. saya diminta olehnya memberikan ini" perempuan itu. ia sadar sekali dengan kebingungan Ahmad. namun Ahmad tetap mengambil secarik kertas usang itu. tak peduli apapun alasannya, ia akhirnya dapat menemukan kunci itu. ia membuka lipatan kertas itu dengan hati - hati dan matanya terbelalak setelah membaca itu. tebakannya benar fakta di kertas itu bisa membongkar semuanya. "terimakasih. ini akan sangat membantu" Ahmad akhirnya dapat tersenyum. sebentar lagi kejahatan terbesar di negeri ini akan terungkap. "berhati - hatilah anak muda. kau tak akan menyadari beberapa iblis bahkan sedang menyamar sebagai seorang malaikat" pesan terakhir perempuan itu membuat Ahmad lebih waspada. "Baiklah akan ku ingat pesan anda" Ahmad keluar dari rumah itu dan langsung meluncur cepat ke Kantor Instansi. "ia melaporkan hasil kerjanya kepada Kopral Joko. satu koloni pasukan penyidik telah siap meluncur ketempat sasaran. ada sekitar dua puluh orang yang akan mengepung tempat itu. siaga diberlakukan. Ahmad menjadi pemimpin koloni itu. beberapa prajurit mengintai tempat itu seharian. sementara Ahmad dan Kopral Joko menunggu dalam mobil khusus dengan kaca hitam. beberapa anak buahnya kembali dari lokasi pengintaian. semua telah siap. eksekusi akan dilakukan malam hari. tak ada suara. tanpa gangguan. daerah ini akan tetap hening seperti malam - malam biasanya. beberapa penjaga gerbang sudah terkapar. sekelompok prajurit masuk. mereka semua masuk. melewati halaman luas sebuah rumah besar. dengan hati - hati beberapa prajurit mencoba membuka kunci rumah itu. dan terbuka. Ahmad dan Kopral Jono berpencar dengan prajurit lainnya. mereka melumpuhkan hampir semua penjaga di rumah itu. dan tersisa satu ruangan. ruangan itu dituju oleh Ahmad dan Kopral Jono dan beberapa prajurit yang telah selesaikan misinya. pintu dibuka oleh prajurit. timah - timah panas meluncur dari dalam ruangan itu. seluruh prajurit tewas kecuali Ahmad dan Kopral Jono sudah terlebih dahulu menghindar. Ahmad melepaskan tembakannya ke orang - orang yang menembaki mereka. ia adalah penembak jitu. semua musuh mati tak bersisa. dan tinggal satu orang. ia adalah seorang yang penting. Ahmad telah menodongkan pistolnya ke kepala orang it. dengan Kopral Jono di belakangnya mengawasi yang juga menodongkan pistol. asap keluar dari pistol. ia memuntahkan timah panas. dan "buk" seseorang terjatuh diantara mereka bertiga. itu adalah Ahmad. ia terkena tembakan di perutnya. ia menoleh kebelakang. ia melihat. dan terkejut bukan main. telah terjadi pengkhianatan..
»bersambung«

Cerpen - Lima Nafas Terakhir

Siang akhir - akhir ini terasa semakin panas. benar - benar panas hingga rumput di lapangan mengering hingga tersisa tanah merah yang mulai retak - retak. Bangku - bangku papan yang biasanya di ramaikan oleh anak - anak muda komplek Blok B kini tampak sepi sepanjang harinya. beberapa arena bermain di taman juga sepi. ini semua karna panas. di tengah kota besar seperti ini memang sulit menemukan kesejukan.
Pagi kembali menjelang. hari pertama musim panas. Florence membuka pintu rumahnya mengambil beberapa surat dan koran di kotak posnya. "ini koran untuk ayah" sambil meletakan koran di meja makan. "ini surat dari nenek, Bu" Surat itu juga ia letakkan begitu saja di meja makan tepat di depan ibunya. "wah tidak biasa - biasanya aku dapat surat." Florence membuka suarat yang ada di amplop coklat yang terbungkus rapi itu. itu surat dari Jane.
hai sepupuku. rumah ku akan sepi selama beberapa hari. jika kau    ingin berlibur. datanglah. udara disini pastinya lebih sejuk dengan di kota tempat mu tinggal. hahaha. kunci rumah ada di dalam amplop surat ini juga. aku tahu kau akan datang.  bye
Florence membaca surat itu dengan malasnya. "hah. sombong sekali Jane. tapii daripada liburan ini tidak ada kegiatan ada baiknya juga kesana. akan ku ajak temanku juga." ia hanya berbisik dalam hati sambil menyantap sarapannya dengan perlahan. " ibu, ayah. besok aku akan ke rumah Jane. sekalian untuk menjaga rumahnya yang besar itu." Florence. "ya itu terserahmu saja kau yang akan pergi." Ayah Florence. ia menghabiskan sarapannya dengan cepat dan bergegas pergi bekerja. "yasudahlah, berapa lama kau akan menginap disana ??". Ibu Florence. " yaa, mungkin hanya beberapa hari saja, Bu." Florence. " Baiklah. ibu mengerti." Ibu Florence.
"hallo Jake, apa besok kau ada acara"
"hello Allen, apa kau besok ada acara"
"hey Bryan, bisakah besok kau ikut
"hey Santi, apa kau besok bisa ikut"
Florence meng - email mereka semua. Lama ia menunggu jawaban dari teman - temannya itu. hingga datang beberapa E - mail.
Jake : aku tidak ada acara. ada apa
Allen : kau mau mengajak ku kemana ??
Bryan : ke mana ??
Santi : aku pasti ikut. di sini membosankan. jadi bagaimana cara kita bertemu besok ??
Florence membuka e - mail itu satu persatu.
"ke tempat yang pasti lebih menyenangkan dari kota yang panas ini" Florence mengirimkan kata - kata itu ke semua. tidak perlu menunggu lama, balasan pun datang. " baiklah aku ikut." begitu lah rata - rata jawaban mereka.
esok harinya semua sudah siap. bahkan matahari bersinar cerah. Florence mulai menyalakan mesin mobilnya untuk menjemput teman - temannya yang jarak rumah mereka hanya beberapa blok saja dengan rumah Florence. mereka memulai perjalanannya. jalanan tidak macet sedikitpun. mobil pun dapat berjalan kencang tanpa hambatan. mobil memasuki daerah pegunungan. yang tampak bukanlah perumahan lagi. tetapi villa - villa besar yang bertengger di pinggir tebing batu. tidak butuh waktu lama, mobil masuk jalan kecil tanpa aspal. tetapi pemandangan rumput ilalang di kanan kiri jalan tidak terlalu mengecewakan. mereka melewati beberapa lumbung gandum hingga sampai di dekat sebuah danau yang di kelilingi oleh pohon pinus yang tumbuh lebat. di sana terdapat sebuah rumah besar bergaya classic yang berdiri kokoh diatas tebing danau. tak salah lagi itu rumah Jane, senyum Florence.
mereka turun dari mobil. "wahh besar sekali rumah ini" Bryan. ia melongo ke seluruh penjuru rumah dan halaman yang luas. Florence membuka pintu dengan kunci yang diberikan Jane melalui suratnya. "ternyata luar dan dalam rumah ini benar - benar mengesanka. lihat ornamen - ornamen itu. dan ada mini barnya juga!! ini pasti istana. sepupumu pasti orang yang benar - benar kaya Flo" Allen. "dimana kamar mandinya. sejak tadi aku ingin buang air" Bryan. "di sana di bawah tangga" Florence menunjuk sebuah pintu kecil di bawah tangga. "disini benar - benar sejuk" Jake merebahkan badannya ke sofa. "yaa kau benar dan lebih sejuk lagi jika Flo menyiapkan kita minuman. haha" Santi. "Baiklah. di sini semua tersedia" Florence. semua mulai membiasakan dengan suasana.
sore menjelang. cahaya matahari mulai menghilang di antara barisan pohon pinus. lampu - lampu mulai menyala. gelap datang.
"membosankan jika kita tak melakukan apa - apa" Bryan. "ya kau benar juga. hemm. bagaiman jika kita menceritakan kisah - kisah seram" Jake. " ya ide bagus, dan lebih bagus jika ruangan ini remang" Florence. "baiklah kau yang mengajak, kau yang mulai duluan Jake" Bryan. "ya baiklah. aku punya satu cerita. ini adalah cerita hantu bayangan. di suatu villa ada lima remaja yang sedang berlibur. mereka selalu berpesta tiap malam. di satu malam listrik di villa itu padam. mereka bosan, benar - benar bosan mereka menyalakan lilin dan pergi ke kamarnya masing - masing. di malam itu juga angin bertiup kencang. dinginnya lebih mencekam dari malam - malam sebelumnya. satu di antara mereka adalah seorang penakut ia keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar temannya. ia mengetuk pintu itu. namun tak ada jawaban. ia mengetuknya lebih kencang tapi tak ada jawaban juga. pada akhirnya ia mencoba membuka pintu itu sendiri. tidak terkunci !!, ia masuk dan melihat temannya itu telah mati dengan kedua tangan mencekik lehernya sendiri. ia menjerit. lalu berlari ke kamar berikutnya, sama saja dengan kamar berikutnya ia mengetuknya beberapa kali tapi seperti sebelumnya tidak ada jawaban. ia kini dihampiri ketakutan yang besar dalam dirinya takut terjadi kejadi yang barusan ia lihat. kembali ia buka pintu itu sendiri. berdecit pelan. ia buka perlahan. dan dilihatnya darah. darah - darah itu bertumpahan di lantai dan di dinding. ia melihat temanya itu mati dengan keadaan menusuk dirinya sendiri. ia tak bisa menahan ketakutannya. ia berlari menjauh dan dapat menebak temannya yang terakhir pastilah juga mati. tapi ia masih bertanya - tanya apa yang terjadi pada teman - temannya itu. sambil menahan air matanya ia berlari ke kamar berikutnya dan masih tetap berharap temannya yang lain masih hidup" Jake.
"hah membosankan, aku mau mandi saja lah, ada air hangat kan Flo" Allen. "ya di kamar mandi atas. disana juga ada bath tub" Florence. Allen pergi ke atas. "lanjutkanlah ceritanya Jake" Santi. " baiklah. ia berlari terus hingga tiba di depan kamar temannya yg lain. ia membuka pintu kamar berikutnya. tak ada siapapun di kamar itu. hanya ada selimut yang masih rapi. tapi balkonnya terbuka. ia menuju kesana. dan tragis. temannya itu tergantung didinding tebing dengan beberapa luka di kepala. ia semakin pucat dan cepat - cepat keluar dari kamar itu. ia kembali membuka pintu kamar dan" Jake. tiba - tiba mati lampu. " ada apa ini Flo" Santi. "ku rasa generatornya" Florence. "oh iya apa di kamar mandi tidak mati lampu. Allen sejak tadi masih belum keluar kamar mandi" Bryan. " mungkin sebentar lagi. aku akan kebelakang untuk menyalakan generatornya kembali" Florence. "aku akan ikut dengan mu, Flo" Jake. "aku akan ke Allen. kurasa dia tertidur di bsth tub." Santi. "aku akan cari senter" Bryan. mereka semua berpencar mengerjakan pekerjaannya masing - masing.
"aaaaaaaaaa" jeritan Santi terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Bryan, Jake, dan Florence berlari untuk tahu apa yang terjadi. mereka bertiga menhentikan langkahnya. tiba di sana di lihatnya Santi menangis sambil mendekap mukanya di pojok kamar mandi. ia menangis. Jake membuka pintu bath tub. Allen telah mati. tubuhnya terbujur kaku dalam air busa yang sudah dingin. matanya tak dapat ditutup lagi. Jake mencoba menutup mata Florence agar ia tak dapat melihat kejadian mengenaskan itu. Bryan mencoba mencari sumber kematian Allen. Terdapat potongan tembaga kabel yang terjatuh kedalam bath tub. "ini pasti kecelakaan, ada kabel aktif yang terjatuh ke dalam sini" Bryan mengambil sebuah kabel merah yang terjatuh ke dalam bak mandi itu. "tapi dia mati !! bryan." Santi mendongankan kepalanya. Florence mencoba terus menenangkan Santi. " Ayo kita ke ruang tengah di sana kau mungkin bisa tenang." Florence. "ia dibunuh Flo, aku dapat merasakannya. ini semua pasti karna kita menceritakan hal - hal seram tadi. makhluk itu pasti masih mencari korban lainnya" Santi berbisik pada Florence. Florence menatap Santi sebentar dan mencoba menopang tubuh santi yang lemas setelah melihat kejadian buruk itu. "Ayo bryan kita mesti memindahkannya ke tempat yang lebih layak, ambil bed cover di kamar sebelah. cepat"Jake. ia masih menelisik mengapa itu semua dapat terjadi semua begitu hening. tak ada jeritan sama sekali. ia menatap wajah terkejut Allen yanh kini telah menjadi mayat. dalam keremangan senter, sangat sulit menemukan alasan itu. Bryan datang membawa bed cover. dengan hati - hati jake menarik kepala Allen hingga Bryan dapat mengangkat tubuh Allen tanpa menyentuh air yang masih terdapat kandungan listrik itu. Mereka cepat - cepat menutup mayat Allen dengan bed cover. setelah rapi, mereka meninggalkannya di tempat kejadian perkara. Mereka berdua bergegas ke ruang tengah. "kita harus telpon polisi" Jake. " kau benar, di mana telpon di rumah ini" Bryan. " di atas. tepat di ujung koridor" Florance. "tak adakah yanh lebih dekat ??" Bryan. "tak ada. hanya itu yang dapat menelpon keluar daerah komplek" Florence. "tidak ada lagi yang berpisah !!" Santi. " kematian Allen bukanlah kecelakaan, pasti ada hantu di rumah ini" Santi melanjutkan. " kau terlalu terbawa cerita Jake, Santi" Bryan. Santi menatap tajam Bryan. "kau mungkin yang berikutnya" Santi. " aku tidak takut dengan yang seperti itu. aku akan ke atas dan menyelesaikan semua ini" Bryan. " aku ikut dengan mu" Jake. "Jangan, kau lebih dibutuhkan disini, Jake" Bryan. ia melawati beberapa anak tangga. cahaya senternya akhirnya hilang di ujung anak tangga itu. Bryan menemukan telpon itu dan memasukan nomor polisi terdekat. nada sambung berbunyi. terdengar suara langkah kaki. "Jake, apa itu kau ??" Bryan menyenter ke arah sumber suara. langkah kaki itu kian dekat dengannya. "Jake, ini sudah tidak lucu" Bryan. jantungnya berdetak kencang. sskelabat benang melewati tubuhnya. benang yang sangat tajam dan cepat. hingga Bryan tak menyadari tubuhnya terpotong. darah menyembur keluar. ia tergeletak tanpa sempat berteriak sedikitpun. "hallo" suara dari telpon terus menjawab. dan akhirnya ditutup kembali. "lama sekali dia, ada apa ini" Jake. "Bryan !!"  ia berteriak dari atas untuk memanggilnya tapi tak berhasil. tak ada jawaban dari Bryan. "dia pasti sudah mati !" Santi. Florence dan Jake menoleh ke Santi yang tengah meringkuk di antara mereka. "Aku akan keatas" Jake. "tidak kau tapi kita Jake. tidak ada yang boleh berpisah kali ini" Florence. " ini sudah mulai menakutkan" lanjutnya. mereka bertiga naik ke atas. Jake yang memimpin. "Bryan ?, bryan ?..." Jake terus memanggil nama bryan hingga ia menginjak cairan berwarna merah. "ini darah" Jake. "Bryaaaannn .." ia berlari ke arah telpon dan benar dugaan Santi. Bryan mati. tubuhnya mengenaskan. Florence ingin muntah di buatnya. "lebih baik kita pergi dari rumah ini sekarang !!" Florence. mereka  bergegas berlari menuju garasi tempat Florence menyimpan mobilnya."Sial Garasinya terbuka.!!" Florence. "dan mobil ku, hilang !!!.." lanjutnya. "tidak. mobil mu tidak hilang. lihat di tebing jurang danau itu." Santi menunjuk sebuah mobil merah yang tersangkut diantara dahan pinus." habislah kita" lanjutnya. mereka bertiga kehabisan akal. "hanya pagi hari waktu kita untuk meninggalkan tempat ini" Jake. "pada malam hari di luar maupun di dalam sama saja bahayanya" lanjutnya. "kau benar, sebaiknya kita ke ruang generator untuk menyalakan seluruh lampu. "apa kalian berdua sudah gila. sudah dua orang teman kita tewas di dalam sana dan kita akan masuk lagi !!" Santi. "ya hanya itu caranya. dengan keadaan terang kita isa leh mudah melihat sekitar kita" Jake. "Jake benar Santi. diluar pun bisa jadi lebih berbahaya dengan di dalam" Florence. mereka akhirnya bersepakat untuk ke ruang generator. "dimana ruangan itu Flo" Jake. "di ruang belakang rumah ini" Florence. "baiklah kita kesana" Jake. mereka berjalan beriringan dengan rapat, tak ada satupun yang ingin terpisah. ruang tamu kini terasa mencekam. sangat mencekam. ruang di dalam rumah lebih dingin dengan di luar rumah. seakan - akan ruangan ini terdapat banyak mata yang terus mengamati mereka tiap saat. ruangan sempit dan gelap berdiri reot di depan mereka. pintunya masih dari kayu. benar - benar berbeda dengan suasana rumah yang lebih modern. Jake membuka pintunya. ia mencoba menyalakan generatornya tapi tak bisa. ia terus mencoba tapi tidak bisa. "ayolah Jake, perasaanku mulai tidak enak." Santi. Jake terus mencoba. "ssslup" Santi tersungkur. pisau daging menancap kuat tepat di kepalanya. mata Jake terbelalak. Florence menjerit kencang. mereka berdua menoleh kebelakang. tidak ada siapa - siapa, mereka berdua berlari menghambur keluar. tak peduli gelap, jake memegang tangan Florence dan berlari sekencang - kencangnya keluar dari tempat itu. Florence menengok kebelakang. tampak sekelebat bayangan hitam. lalu sebuah belati muncul dari kegelapan. "jake menunduk !!" mereka menunduk belati itu hanya menancap di di dinding kayu rumah. mereka berlari kembali menuju garasi dan keluar dari garasi. melewati semak ilalang dengan banyak jangkrik yang beterbangan. terdengar suara semak terbuka di belakang mereka gerakannya cepat sekali. namun mereka lebih cepat hingga akhirnya mencapai ujung semak ilalang itu. mereka melihat lumbung gandum. mereka kesana dan juga terlihat ada sebuah gubuk kecil yang mereka berharap di sana ada orang. mereka kembali. berlari.berlari. berlari. tak letih sedikitpun hingga tiba di sebuah gubuk tua dengan lampu menyala terang. Jake mengetuk pintu dengan keras. Florence terus melihat kebelakang. mengawasi. pintu terbuka. mereka mulai tenang. pemilik gubuk itu adalah orang tua yang tinggal sendiri menjaga ladang gandumnya. " syukurlah " jake. mereka berdua berleringat dingin. "Ada apa nak. kalian nampak kacau. masuk lah " kakek tua. "terima kasih pak" Jake. "biar ku buatkan teh untuk kalian agar kalian tenang" kakek tua itu bergegas membuatkan teh untuk Jake dan Florens. "ini minumlah untuk menenangkan diri kalian. aku akan ambilkan sup untuk kalian" kakek tua. "terimaksih pak" mereka berdua lega. pak tua itu mengambil dua mangkuk sup. pintu terbuka. "itu yang kau cari. mereka sudah kuhabisi" pak tua itu. Jake dan Florens sudah terkapar kaku di meja makan dengan lidah terjulur. pria berjubah hitam itu menyeret mayatnya keluar."ide racun sianida itu. cukup bagus"..
»the end«

Minggu, 14 Oktober 2012

Cerpen - Mereka Itu Adalah Perjuangan, Kesetian, dan Kecintaan

disetiap langkah yang dilewati. disetiap keindahan yang dipandangi. di setiap udara yang terhirup. disana ada mata. disana ada bisik. disana ada tatapan tajam sang ditaktor. kehidupa tak lagi bebas. bahkan burung pun enggan bertengger di pohon - pohon tanah itu. tanah itu hina. busuk. aroma kekejaman pun tercium hingga ke langit tertinggi. bahkan bintang - bintang pun enggan pula menghiasi langit malam tanah ternoda itu. mereka adalah keputus asaan. mereka ter sia - sia. membuang jiwa terjajah oleh kediktatoran penguasa. bahkan mereka tak kuat lagi mengangkat senjata. memperjuangkan hidup. memperjuang harga diri yang terinjak. mereka semua adalah sampah. tiada guna lagi, tiada semangat itu lagi. mereka telah menyerah. bahkan dendam pun tiada membara lagi di hati mereka. semua sirna. dan hanya mampu meraba.

tanah tandus ini agaknya butuh seseorang penggugah. seseorang pemberontak. seseorang yang berjalan.dengan pikirannya. ia datang dari balik bukit yang kini habis terbakar. aroma arangnya bahkan tercium hingga ke desa. asapnya pun urung untuk berhenti mengepul. pakaian pemuda itu koyak di beberapa bagian. ada banyak bercak darah di setiap sisi baju itu. walau begitu langkahnya pasti menuruni bukit. badannya tegak. wajahnya menyiratkan sedikit senyum. ia berjalan lebih cepat. di ikuti beberap pemuda lain yang berpakaian sama dan dengan kondisi yang sama. pahlawan telah kembali. mereka haus akan dahaga kerinduan bertemu dengan keluarga. mereka adalah manusia. manusia yang mempunyai jiwa juga manusia yang tak mengenal putus asa. mereka adalah pahlawan bangsa. suara riuh bergemuruh ke seluruh sudut desa. mereka menyambutnya seperti raja walau tetap ada kerisauan akan penjajah yang membuntuti mereka. namun senyum yang tersirat di wajah warga desa tak dapat di sembunyikan lagi. walau banyak di antara mereka yang gugur tetapi diantara mereka yang pulang sudah menjadi pelepas dahaga. " dimana joko " sambut seorang ibu tua kepada pemuda yang berada di barisan paling depan. " maaf " tampak raut penyesalan di wajah yang hanya di basuh air wudhu selama berhari - hari itu. " tak apa. ia sudah berjuang. di dalam setiap pertempuran pastilah ada korban janganlah menyesal seprti itu, nak" ibu tua. " terima kasih bu " pemuda itu. " ya. pergi dan lekas temuilah istri mu. ia mengurung diri semenjak kepergianmu. langit cerah. burung - burung tiada takut lagi berputar - putar di atas desa. rencana. rencana. rencan. mereka hanya tersisa 7 orang. kepergian dua puluh tiga lainya memaksa mereka mundur. dan mereka tahu betul tidak lama lagi penjajah akan datang. dengan senapan - senapan. dengan granat. dengan pistol - pistol yang haus akan nyawa manusia. itulah sebabnya mereka mesti menyiapkan rencana. rencana. rencana. ladang - ladang yang telah menguning. ilalang yang kering. serta beberapa ternak yang dengan pulas tertidur dengan kemerdekaan. gubuk tua itu kini telah menjadi tempat singgah tempat bernanungnya ide - ide. tempat bernaungnya rencana - rencana. tempat terbakarnya semangat maju. tempat tercurahnya kecintaan. tempat bukti kesetiaan.
hawa ruangan sempit itu terasa panas padahal itu malam hari. mereka bertujuh tidak akan lagi membuang jiwa mereka dengan sia - sia. semua ini tentang strategi. semua ini tentang saling melindungi. satu - satunya jalan kedesa adalah melewati parit parit sawah dengan lebar jalan yang tak lebih dari semeter. logikanya tak akan ada kuda - kuda besi yang singgah ke desa itu. hari hari hari. minggu. minggu. minggu. semua telah siap. perencanaan telah matang. kini tinggal menunggu. menanti ombak datang. surya membenamkan cahayanya di balik bukit. malam itu terasa lebih mencekam. karna berdasarkan pengintaian ombak besar itu akan datang malam itu dari dalam hutan. hanya tujuh orang. tujuh pahlawan. tujuh jiwa pemberani yang akan melindungi desa mereka. desa telah sepi. penduduknya telah bersembunyi di dalam lubang penyelamatan diantara semak belukar. obor obor. rumah rumah kayu. pohon - pohon akan jadi saksi keberanian. menunggu dalam kecemasan. mereka berpencar dalam gelapnya malam. kulit mereka yang hitam menyamarkan dalam kelam. mereka ada dibalik pepohonan. mereka bersembunyi di antar semak. mereka berbaur dengan tanah. itu mereka. tiga puluh tentara terlatih datang mengendap tanpa tahu apa yang ada disekitar mereka. bahkan kapten mereka pun tak dapat mencium aroma kejanggalan. satu persatu di antara mereka hilang. walau tiada disadari oleh kapten mereka yang jauh di depan. malam itu pekat. rembulan pun tak berani melihat kekejaman yang akan terjadi. kelompok itu mulai tersadar. hanya tersisa dua puluh orang. tetapi tiada suara tembakan. tiada suara langkah kaki. semuanya hening disin. hantu apakah yang membawa mereka pergi. kapten mereka mengumpulkan semua serdadunya. ia tampak menyusun strategi. sebuah rencana yang tentu lebih matang dari orang - orang desa yang mencari kebebasan. mereka mulai berpencar menghilang secepat jaguar di kelamnya malam. perang baru saja bermula. disetiap sisi mulai terdengar letusan senapan. pemuda - pemuda pemberani itu bahkan tak dapat tahu keadaan mereka masing - masing. dalam gelapnya malam. lebatnya semak dan rapatnya barisan pepohonan. sulit. pemuda pemimpin barisan memberi aba - aba kepada kelompoknya untuk mundur ke arah desa yang lebih terang. Mereka berjalan melewati kandang - kandang ternak warga. Keberuntungan. Tiada yang mati diantara mereka. Tujuannya hanya satu yaitu gubuk terdepan desa itu. Ada dua gubuk yang mengapit sebuah jalan kecil. Jendelanya sudah disiapakan beberapa senapan yang jika dari luar tidak tampak. Mereka datang lagi. Kini dengan kewaspadaan ekstra. Mereka mulai menembaki bayangan mereka yang bersembunyi di balik pohon kelapa. Masih bersabar. Bersabar. Bersabar. Mereka sadar akan ada waktu yang tepat. Detik detik detik berlalu. Lalu menit menit menit. Lalu jam jam jam hingga waktu hampir subuh Arloji para diktator terus berdetak seperti jantung para pejuang yang sedang bersembunyi mengintai mereka dengan waspada. Dar.. Dar.. Dar... Boom !!
Suara - suara itu memecah sunyinya pagi. Membuat kabut kian bertambah bercampur dengan asap - asap senapan yang memuntahkan besi panas dari moncongnya. Satu. Dua. Tiga hingga sepuluh diktatator terkapar dan luka. Warnah merah itu mengalir memenuhi selokan desa. Sisa diktator lainnya bersembunyi kembali dengan sesekali mengeluarkan tembakan yang tidak jelas. Mereka yang bersatu dengan kelam cepat cepat hilang kembali ke tengah gelapnya subuh. Pemimpin diktator itu merasa geram. Hingga tak mampu menahannya. Ia keluar dari tempatnya bersembunyi, Mengeluarkan granat dan melemparkannya ke pos yang telah kosong. "Boom" pos itu seketika hancur tiada bersisa. Insting tentaranya pun kembali berfungsi. Ia menembus asap sisa bom itu. Ia berlari. Di ikuti para pion yang selalu siaga. Hingga sampai di sebuah gubuk. Ia tahu betul mereka bersembunyi disana. "hey kalian yang ada didalam. Bersiaplah menemui ajal kalian !!". Suasana kepanikan terjadi didalam gubuk. Ke tujuh pejuang itu tak dapat melakukan apa - apa selain melawan. "tiga..dua..satu !!". Dar.. Dar... Dar.. Suara tembakan terus manghiasi pagi. Gubuk itu benar - benar menjadi santapan empuk para diktator. Para pejuang yang ada di dalamnya keluar dengan balasan tembakan. Satu persaru diantara mereka mati.mati.mati. "kaulah yang harus hidup. Dan sampaikan nafas perjuangan Kita kepada generasi selanjutnya. Dan ceritakanlah kisah pembangun jiwa. Pembangun semangat nasionalisme". Kelam semua kelam. Seakan mentari tak ingin terbit dari timur. Keringat dan darah bergantian bercuran. Hanya dua langkah kaki yang di seret melewati dedaunan kering. ia adalah pejuang. ia adalah pembela asa. ia adalah manusia. ia sebagi penerus jiwa. penerus cerita - cerita pembangun jiwa. tentang perjuangan, pengorbanan dan cinta.

Selasa, 09 Oktober 2012

Cerpen - Catatan Kecil Sang Pecinta

Ia berjalan dan terus berjalan. Mencari dan terus mencari. Mencoba menemukan cinta yang abadi. Mencoba menemukan cinta yang serasi. Penat kaki tak tampak ia rasakan. Terus berjalan. Di beberapa desa ditemuinya beberapa gadis yang menarik hati. Ia mendekati. Dan bertanya, bercanda hingga ke akraban itu menjadi sebuah hubungan. Aneh. Ia belum menemukan rasa itu. Apa hati ku mati rasa ?? Ia bertanya seperti itu di tiap langkah hubungan mereka. Pada akhirnya itu bukan jalannya. Ia lalu pergi berkelana kembali mencari cinta. Keluar dari desa itu. Dan meninggalkan masa lalu. Langkah kakinya kini kembali menjejak di pasir panas padang pasir nan gersang tiada terkira. Matahari terasa hanya sejengkal saja diatas kepala. Cahayanya benar - benar membakar tubuh. Akhirnya tubuh kurus itu terjatuh tak jauh di depan sebuah desa. Iring - iringan parade ratu terdengar meriah hingga keluar gerbang desa yang terbuat dari beberapa batu yang di susun, juga dihiasi dengan cantik oleh beberapa ukiran - ukiran emas. Burung gagak mematuk kepala pemuda yang terkapar di atas panasnya pasir. Ia terbangun , tampangnya sungguh berantakan namun pesonanya masih dapat terlihat. Ia masuk gerbang itu dengan mendongakan kepala walau tubuh - tubuhnya serasa akan hancur. Desa itu bisa disebut kota karna luasnya dan begitu teraturnya peradaban disana. Pemuda itu terus mencari air. Hingga tiba di sumur tepat di tengah kota itu. Ia meminum air itu dengan rakusnya seperti unta yang Telah melakukan perjalanan berhari - hari menembus kerasnya padang gersang. Setelah puas, dipandanginya seluruh kota itu. membeli beberapa roti untuk mengisi perut yang baru terisi dengan air. ia benar - benar menikmati kota ini, dimana para bangsawan saling berpapasan dan saling menyombongkan harta mereka. di beberapa sudut kota tak tampak gelandangan yang biasa ditemui di beberapa desa. kota ini benar - benar makmur. walau mereka angkuh namun mereka berbudi baik hingga tiada orang miskin di kota itu. pemuda itu kembali melangkahkan kakinya. berkeliling. disapanya beberapa penjual kain sutra dan beberapa pemuda kota berpakaian bagus yang di jumpainya.
pemuda itu berjalan berjalan berjalan. tanpa letih dirasa. hingga ia berpapasan dengan wanita muda dengan bola mata coklat yang memukau siapa saja yang menatapnya. wajahnya benar - benar bercahaya. pemuda itu tahu betul pastilah gadis itu anak seorang saudagar kaya kota itu. gadis itu sedang menawar beberapa sutra. dan pemuda itu menghampiri. berkenalan. walau hanya beberapa pertanyaan yg diajukan pemuda itu yg dijawab oleh si gadis. wajahnya tersipu malu tiap sang pemuda mencoba menatap matanya. ia lalu berlalu tanpa mengucapkan salam perpisahan pada pemuda pengelana itu. namun ia tahu betul pastilah perkenalan tadi berkesan. hingga esok harinya pemuda itu mencoba mencari gadis yang kemarin ia temui. walau matahari sudah tepat di atas kepala gadis itu tak menampakan dirinya lagi. pemuda itu agak kecewa ada suatu asa dalam diri pemuda itu. ia memutuskan untuk tinggal agak lama dikota itu. hingga ia dapat kembali bersua dengan gadis itu. lama ia menunggu. menunggu. menunggu. hingga ia bosa. tapi pada akhirnya ia kembali bertemu gadis itu. kini semua berbeda. ia yang dihampiri. semua terasa hangat seakan mereka berdua telah lama kenal dan telah lama berpisah. kerinduan terpancar dari bola mata keduanya. dana pada akhirnya impian itu memang terjadi. mereka berdua menjalin kasih. cukup lama. hingga rumput - rumput mengering karena puncak musim panas dikota itu. konflik. konflik. konflik. bumbu percintaan itu selalu menghantui. ya. pada akhirnya pula pemuda itu menemukan kepura - puraan. ia tak dapat menahannya lagi. ia pergi meninggalkan kota itu. ia pergi meninggalkan cintanya. ia coba menghapus semua. ia mulai berangan - angan. fantasinya  seperti tiada habisnya tentang cinta . kembali ia menyeret kaki kakinya yang telah lelah berjalan. matanya. mata hatinyapun terus mencari. beberapa malam dihabiskan dipadang gurun penuh kehampaan. kekosongan. kerancuan.  dibawah keteduhan oasis tengah gurun. tetap saja terasa panas. penat. tak tentram. hati membawanya terus berjalan. tak kenal lelah. walau hingga tak kuat lagi melangkah. langkahnya terseok - seok dengan mata tajam mentap kejauhan. dilihatnya sebuah kota dari tempat ia berdiri. tapi apakah mungkin. apakah disana. terus menerka. menelusur sesuatu yang tak tampak dimata. semakin ia menolak pesona kota itu semakin ia tertarik kedalam pusaran oasis gurun yang menggoda. dengan rasa penuh harap. penuh asa. penuh ke ingin tahuan. berjalan terus berjalan terus berjalan. menembus batas kabut pagi padang pasir yang mengikat tiap langkah. hingga siang belum juga sampai. pemuda itu mulai berpikir itu semua mungkin hanya fatamorgana. Ia merasa ia sudah gila. gila. gila. terus berjalan hingga  sore. masih belum juga sampai. yang ditemui hanyalah burung - burung gagak yang memakan bangkai hewan mati. hingga malam. kegelapan menyelimuti, tapi cahaya lampu diujung sana sangatlah menggoda. terus berjalan. berjalan berjalan. hingga pada akhirnya ia bertemu juga dengan kota itu. sangat ramai. mereka tidak tampak congkak sedikitpun. mereka saling tersenyum satu dengan yg lainnya. mereka bertegur sapa layaknya orang berperadaban maju. pembicaraan mereka adalah bertukar pikiran tentang kemajuan. tentang pemecahan masalah masalah. tentanh kunci kesejahteraan. mereka semua tak kenal dengan orang yang bernama orabg baru. semua orang adalah sama. setara. sederajat. semulia. tiada . raja. pengusa. pemerintah. namun yang ada hanyalah pemikir. pembawa sejahtera dan pemimpin suatu koloni kepintaran dan kerasionalan. pemuda itu berpapasan dengan seorang pria. pria itu menyapanya dengan ramah. pria itu menjabat tangannya. dan bertanya seputar perjalanan yang panjang. pemuda itu banyak berbincang bertukar pikiran. ia sangat menyukai kota ini. tiap orang dikota ini membuatnya berpikir berpikir dengan otaknya juga kerasionalannya sebagai manusia. pemuda itu kini berpikir jauh lebih gila. jika didalam kota ini banyak pria yang dapat menjadi sahabatnya. pastilah juga banyak wanita yang pemikirannya setara. namun tetaplah rumit. seperti mencari sebuah kunci yang terjatuh di kolam lumpur. namun ada satu gadis yang menjadi idamannya. tak pernah ia melihat kesempurnaan yang begitu nyata. tak pernah ia melihat kepintaran dan ambisi yang begity besarnya. mungkinkah gadis itu. pemuda itu terus berpikir. berpikir . berpikir. hingga dapat menemukan keberanian untuk bertegur sapa dengannya. dipagi yang cerah, mentari pun menyemangatinya. ia bertemua gadis itu di perjalanan yang singkat. ia berpapasan dengan gadis yang telah di amatinya sejak ia masuk ke kota ini. ia pada akhirnya berani bertegur sapa. namun tak berani berlama. sapaan itu hanya sekedar sapaan.

Sabtu, 01 September 2012

Travel Story - Trip to Minang

        libur sekolah telah tiba. otak mulai memutar memikirkan dimana tempat yang tepat untuk refreshing dan bebas dari hiruk pikuk kota. terbesit dalam pikiran untuk pulang kampung kebetulan sudah lama juga kalau di ingat2 terakhir kali saya ke kampung halaman. pertama yang perlu diketahui kampung halaman saya terletak di kab. Pesisir Selatan, Sumatera Barat. kali ini saya akan berbagi seputar petualangan saya selama dalam perjalanan. ini dimulai dari saat saya memesan tiket bus. kendaraan bus saya pilih karna itu adalah moda transportasi termurah dibanding dengan naik pesawat atau pun kapal laut.

       saya tiba di terminal rawamangun, disanalah tempat bis - bis sumatera kebanyakan berhenti. saat di terminal agaknya harus berhati - hati saat ada yang menanyakan anda tujuan anda karena mereka adalah calo dan akan menjebak anda dalam harga tinggi jadi sebelum ke terminal pikirkan dulu bis apa yang akan kita tumpangi, sehingga jelas loket yang akan kita tuju. banyak pilihan bus yang menuju kota padang dari kelas ekonomi hingga ac eksecutive diantaranya Lampung Jaya, Gumarang Jaya, ALS, ANS, LBJ, Lorena, Famili Raya dan masih banyak lagi. jika anda menanyakan pendapat saya Lampung Jaya atau Gumarang Jaya Ekonomi adalah pilihan tepat untuk para Backpacker. namun kelemahannya adalah kedua mobil ini biasanya mengoper penumpang di tempat pool bus tersebut. walau dioper ke mobil yang sejenis tapi jika membawa barang banyak anda akan kerepotan dibuatnya. singkat cerita Saya memutuskan untuk membeli Tiket Famili Raya kelas AC Ekonomi + toilet. alasannya adalah satu - satunya bus yang melintas di Kab. Pesisir Selatan adalah Famili Raya. dan saya memilih kelas AC Ekonomi karna ini kelas paling rendah untuk bus Famili Raya. Dengan uang 320rb saya akhirnya membeli tiket untuk keberangkatan ke esokan harinya.  harga tiket 320rb adalah harga musim liburan jika di hari - hari biasa bisa turun hingga menjadi 250rb.

          bus berangkat jam 11 siang dari terminal Rawamangun. Transit di awali di Terminal Poris Plawad tangerang. di terminal itu hanya beberapa orang saja yang naik untuk mengisi bangku - bangku kosong dan tak lama bus melanjutkan perjalanan. tiba di pelabuhan jam setengah 4 sore dn baru dapat naik ke kapal sekitar jam 4. kapal feri berangkat jam 5  dan membawa seluruh penumpang kesebrang. keadaan kapal sangat bagus mungkin ini keberntungan saya dapat naik kapal yang bagus. kabunnya dilengkapi tv LCD dan ada tempat2 tidur papan yang tiap barisnya terdapat tv LCD kecil, lalu dilantai tiga terdapat tempat bermain anak. juga ada penjual makanan yang sangat teratur dan bersih tempatnya. perjalanan ditempuh selama 3 jam perjalanan karna kapal berjalan lambat.

    tiba di lampung sekitar jam 8, bus Kembali transit di terminal bandar lampung, kali ini hanya sekedar berhenti dan kernet bus turun menfhampiri petugas terminal. itulah yang dilakukan kernet saat transit dalam perjalanan. bus terus berjalan cukup cepat menembus hutan melewati jalan raya berkelok yang membelahnya. Belokan - belokan di daerah sumatera sangat ekstrim dengan ditambah jurang dipinggir - pinggir jalan. singkat cerita perjalan ditempuh dalam waktu 3 hari 2 malam. saat waktu menunjukan pukul 4.15 bus telah sampai di Terminal Solok dan kembali melanjutkan perjalanan hingga transit kembali di Kota padang jam 7.30 lalu berangkat lagi menuju Pesisir Selatan hingga tiba dikampung halaman pukul 2.00.


Minggu, 22 Januari 2012

Travel Story - petualangan "boros' ke kota jogja

       satu hari sebelum hari keberangkatan, tempat reservasi tiket kereta luar kota di stasiun pasar senen terlihat antrian cukup panjang. hari itu sudah sore, antrian sudah tidak terlalu panjang lagi. dipapan pengumuman tertulis nama beberapa kereta ekonomi yang ditandai dengan huruf "h" itu artinya tiket tersebut sudah habis bahkan hingga tujuh hari kedepan sehingga antrian calon penumpang kereta kelas bisnis terlihat lebih menumpuk dari pada calon penumpang kereta ekonomi yang kebanyakan tiketnya telah habis terjual. akhirnya saya memutuskan untuk masuk kebarisan calon penumpang kereta bisnis. tujuan akhir saya adalah stasiun jogjakarta. barisan semakin lama semakin pendek dan saya semakin maju kedepan loket pemesanan. didepan loket saya memesan satu tiket kereta bisnis senja utama jogja jurusan stasiun tugu jogjakarta untuk keberangkatan keesokan harinya, harga tiket kereta tersebut Rp 130rb untuk sekali jalan, di tiket tercantum nomor tempat duduk dan nomor gerbong sehingga penumpang duduk dengan teratur.




         perjalanan diawali dari stasiun pasar senen jam setengah 8 malam, kereta masih belum tampak, kereta bisinis sawunggalih jurusan kutoarjo datang terlebih dahulu, terlambat 30 menit dari jadwal semula. penumpang yang tadinya duduk di pelataran stasiun mulai menyesaki peron. tidak lama setelah penumpang naik, kereta itu kembali melanjutkan perjalanannya. hujan mulai turun, namun pandangan kearah ujung peron tidak dapat dialihkan, sampai suatu cahaya diujung peron menggerakkan para calon penumpang merapat. itu adalah kereta senja utama jogja. penumpang dengan tertib masuk, suasana didalam kereta sangat berbeda dengan diluarnya, yang sedang hujan. bangku - bangku kosong mulai terisi oleh penumpang. perjalanan sendiri ini terasa sangat membosankan, hingga kantuk datang menyerang.
          tidak terasa sudah dini hari ketika aku terbangun saat kereta berhenti lama di stasiun kutuarjo. tinggal beberapa stasiun lagi menuju Tugu. saya melihat arloji yang sudah menunjukan pukul 4 dini hari. beberapa pedagan mulai memasuki kereta, menjajakan sejumlah makanan kepada penumpang, hingga kereta kembali melanjutkan perjalanannya setelah berhenti sekitar setengah jam di stasiun ini. beberapa stasiun dilewati, itu membutuhkan waktu satu jam untuk sampai ke Stasiun Tugu.
                                                            suasana pagi stasiun Tugu
          jam 5.30, kereta tiba distasiun Tugu, stasiun ini cukup luas. pertama yang saya lakukan adalah mencari tempat shalat, yang terdapat disebelah pelataran luas stasiun. disebelahnya juga ada fasilitas WC gratis yang keadaannya cukup terawat. setelah shalat, saya duduk sebentar menunggu matahari keluar dari peraduannya. setelah dirasa cukup beristirahat, saya kembali melanjutkan perjalanan, namun sebelum itu saya mengantri tiket untuk pulang kejakarta hari itu juga. setelah mengantri cukup lama, saya bernasib kurang beruntung, tiket kejakarta habis terjual, sehingga memaksa saya untuk keterminal Giwangan, membeli tiket bus ke jakarta. namun sebelum itu saya berjalan - jalan sejenak di malioboro, yang sepi disaat pagi. setelah puas berjalan - jalan dimalioboro, saya melanjutkan perjalanan ke terminal giwangan menggunakan Trans Jogja dari halte Malioboro yang tak jauh dari stasiun tugu.


                                                            Jl. Malioboro dan TransJogja
                 sampai diterminal Giwangan, saya langsung menuju penjualan tiket, namun sebelumnya harus membeayar tiket masuk terminal seharga Rp.200,-. bis santoso menjadi pilihan saya, dengan Rp.90.000,- saya mendapat satu tiket kejakarta. setelah mendapat tiket, kembali saya mengandalkan TransJogja untuk mengantarkan saya ke Candi Prambanan. perjalanan ditempuh dari shelter Giwangan selama 1 jam dengan 1x transit. tidak terlalu membosankan melihat jalanan Jogja yang sepi mobil pribadi yang sering kali menjadi sumber kemacetan. sesampai di shelter prambanan, saya mesti berjalan lagi cukup jauh, untuk mencapai gerbang Candi. saya diberi pilihan tiket, yaitu tiket Candi prambanan saja, 30.000 atau + paket wisata Petilasan Ratu Boko, 40.000. saya memilih pilihan kedua. dari prambanan ke petilasan Ratu Boko, petugas Prambanan menyediakan shuttle, karena letaknya yang berada diatas bukit yang cukup jauh dari Prambanan.








                                                            suasana Petilasan Ratu Boko
        puas berjalan - jalan di petilasan ratu boko, saya kembali melanjutkan perjalanan dengan shuttle ke candi prambanan. berbeda dengan petilasan ratu boko yang sepi, di prambanan sangat banyak wisatawan, asing maupun lokal. candi - candi besar berdiri tegap menantang langit.














                                                         suasana di Candi Prambanan
                saya kembali melihat arloji, ternyata dua jam lagi bis saya akan berangkat. saya bergegas kembali ke terminal. beruntung saya tidak harus menuggu bis terlalu lama di terminal prambanan. bis itu langsung datang dan membawa saya ke terminal giwangan. diterminal giwangan saya makan terlebih dahulu, sambil menunggu bis datang. tepat jam 3 sore bis datang, namun saya harus berpindah bis disekitar wilayah semarang tempat terminal bis - bis jenis ini. semalaman berada didalam bis tidak terlalu membuat saya letih. ketika dini hari udara dalam bis terasa sangat dingin, saat itu bis tengah melaju di tol sekitar daerah Karawang yang berarti sudah dekat untuk sampai dijakarta. dan akhirnya sekita jam setengah enam bis tiba di terminal pulogadung, saya turun dan langsung naik bis kerah tempat tinggal saya.
                                                    didalam terminal Giiwangan

Selasa, 17 Januari 2012

Cerpen JEJAK - teman adalah nyawa 2

       Sesuatu berukuran besar , hitam dan hidup meloncat dari balik semak yang rimbun didepan fajrin. Taring yang menjulur keluar dari mulut menandakan itu adalah seekor babi hutan yang besar. Bulunya yang hitam sama dengan matanya menatap fajrin yang sedang memegang sebuah parang. Darah mulai menetes dari tangan kiri fajrin, terlihat sekali tangannya terkena taring besar si babi hutan. Namun fajrin belum menyadari hal itu. Ia menyerang secara brutal dengan parangnya. Babi hutan itu mati dengan luka sayatan di leher setelah fajrin berhasil menungganginya dan menyayatnya tepat di kerongkongan babi itu. Ia menyeret babi itu melewati semak yang tak terlalu tinggi. Dibalik semak itu terlihat sekali cahaya api unggun yang dibuat okta dengan membakar beberapa kayu dan dedaunan kering. ”hey lihat, babi ini cukup untuk kita berempat” fajrin muncul dari balik semak dengan hasil buruannya. “babi hutan, jangan pernah berharap aku memakannya. Agama ku melarang ku untuk memakan itu” okta sedikit terkejut melihat babi hutan besar yang berhasil ditaklukan fajrin. “ayolah hanya ini yang bisa kudapat” fajrin menghempas hasil buruannya kedepan api unggun. “aku akan memakan dedaunan saja” okta mulai geram dengan fajrin yang terus mengajaknya memakan hasil buruannya. “baiklah, baiklah. Kita buang saja babi ini. Aku hanya ingin membunuhnya untuk keselamatan kita”fajrin. “yasudah, terimakasih untuk perlindungan mu” okta. “ya. Apakah ada sedikit gerakan dari mereka berdua?” fajrin melihta kearah klara dan andi yang masih pnigsan diatas deddaunan kering yang sudah mereka bersihkan. “tidak ada. Namun mereka masih bernafas” okta menengok kedua temannya yang masih tergeletak pingsan disampingnya. “kuharap mereka sadar saat pagi esok, karena aku benar – benar tidak punya ide untuk keluar dari hutan ini” fajrin mencoba berbaring diatas dedaunan kering yang sudah di susun rapi sehingga nyaman untuk ditiduri.
            Pesawat bergemuruh, mereka yang ada didalam pesawat panik. Doa – doa terus memenuhi  ruang kapal. Mereka yang berusaha tenang hanya terus meminta keselamatan kepada tuhan mereka yang pada akhirnya mengabaikan mereka. Didalam pesawat ada sekitar sepuluh orang penumpang. Pesawat jenis cassa itu terbang tinggi di hutan kalimantan membawa para pecinta alam dari jakarta. Angin kencang beserta hujan menerpa pesawat hingaa hilang kendali. Pesawat itu pun akhirnya tak mampu lagi menghadapi badai dan terjun bebas dari langit kalimantan. Para penumpang mulai memakai parasut dengan cepat. “cepatlah klara, pesawat ini akan hancur menghantam tanah beberapa menit lagi” andi berusaha  memakaikan tas parasut kepada klara. “hey teman cepatlah terjun atau kalian akan mati” fajrin bergegas ke pintu darurat diikuti okta dibelakangnya. Pesawat sudah tinggal beberapa kaki saja dengan tanah, guncangan dan suara bel darurat terus menakuti para penumpang. Hanya tinggal empat orang saja yang belum terjun. Mereka mencoba mencari tempat dan saat yang tepat untuk terjun. “sekarang !!” fajrin dan okta terjun diikuti andi dan klara. Andi tampak pucat saat melihat kebawah. Boom!!  Pesawat itu mengahantam tanah seperti setelah terlebih dahulu membuka ranting – ranting pepohonan yang lebat. Klara terus memejamkan mata dengan parasutnya yang terbuka. Ia juga terus memegangi tangan andi, sehingga parasut mereka terlihat seperti bersatu. Wajah andi pucat saat melihat kebawah. Ia phobia dengan ketinggian. Namun ia tetap memberanikan diri untuk melindungi sahabatnya. Okta dan fajrin jatuh kira – kira seratus meter dari andi dan klara yang masih dihempas angin menjauh dari okta dan fajrin yang terlihat selamat. Dan sedang berusaha mencari penumpang yang selamat. Klara terhempas ke ranting – ranting pohon dan meluncur bebas dengan parasutnya yang  koyak kedalam sungai yang tengah berarus deras. Tubuhnya terbawa arus itu. Andi jatuh tak jauh dari klara. Ia berada di tepian sungai. Klara masih terombang – ambing dihempas arus. Andi terjun ke dalam sungai stelah melepas parasutnya. Fajrin melihat andi melompat kesungai, ia berlari mencoba melihat apa yang terjadi. Ia cukup lega masih ada yang selamat selain ia dan okta.
            Wajah klara yang masih pingsan terlihat cemas. Okta terbangun , ia merasa klara sudah mulai sadar namun masih tenggelam dalam mimpi. Andi lebih dulu terbangun, ia langsung meminum air ramuan aneka dedaunan yang diracik okta. Fajrin masih tertidur. “jangan bangunkan dia, biarkan ia bangun sendiri” andi melarang okta yang tengah mencoba membangunkan klara.” Tapi nampaknya ia bermimpi buruk” okta coba mempertahankan idenya dan terus mengguncang – guncang tubuh klara.

       Angin berhembus pelan diantara sela pepohonan yang terlihat sedikit bergerak karenanya. Empat remaja yang selamat itu masih bertahan diantara dedaunan kering yang berjatuhan dari pepohonan. Hutan begitu lebat hingga hanya sedikit sinar hangat mentari yang sanggup menembus dedaunan. Walau mentari tidak dapat menembus hutan, udara tetap terasa hangat. Klara sudah mulai pulih dari pingsannya. Okta terus mendampinginya walau mereka tak saling kenal, mereka bernasib sama, itulah yang membuat mereka merasa dekat satu sama lain. Andi berusaha melawan sakit di kepalanya yang terbentur batu saat berusaha mengejar klara yang terbawa arus.  Ada sedikit goresan dipelipisnya namun andi masih dapat mengendalikan rasa sakitnya. Ia coba duduk sendiri dibawah sebuah pohon besar, memikirkan apa yang harus mereka lakukan setelah ini. Ia mencoba menerka – nerka beberapa kemungkinan. Fajrin merebahkan dirinya dekat api unggun yang sudah mati, mencoba melihat keatas, terkadang ia melihat elang yang berputar – putar diatas mereka dan terkadang juga pancaran cahaya matahari  menyilaukan matanya sehingga ia berpindah ketempat yang lebih teduh. Mereka hanya merenung, tidak tahu apa yang harus dilakukan hingga malam tiba dan api unggun kembali menyala.
“sebaiknya besok kita beranjak dari tempat ini. Lebih baik bergerak daripada hanya duduk diam saja disini” andi membuka pembicaraan diantara mereka berempat. “apa kau tahu jalan keluar dari sini, karna lebih baik duduk disini daripada kita berjalan tanpa arah keluar sana” fajrin mencoba menemukan keyakinan dari kata – kata andi. “kita harus berjalan lurus kearah manasaja” andi. “ apa kau gila jika begitu kita bisa saja masuk kedalam hutan ini lebih dalam lagi” fajrin mulai mendebat pernyataan andi. “tapi kemungkinan lain kita akan keluar dari sini” andi. “kemungkinannya sangat kecil bung, dengar. Saat ini mungkin tim SAR sedang mencari kita. Jadi bisa saja mereka menemukan kita disini.”fajrin. “dihutan selebat ini kurasa akan sulit bagi tim itu menemukan kita, satu – satunya jalan adalah usaha dari kita sendiri” andi. Fajrin terdiam. “aku setuju dengan andi lebih baik berusaha daripada tidak sama sekali” okta akhirnya berbicara setelah terdiam menyimak perdebatan andi dan fajrin. “ya aku juga setuju” klara juga ikut mendukung. Fajrin hanya diam. Mereka semua memutuskan untuk beranjak dari tempat mereka besok pagi. Malam ini terang, bulan purnama sedang bersinar, gonggongan anjing hutan menyambutnya dengan merdu.
Mentari belum muncul dari peraduannya, udara terasa menusuk tulang, dedaunan tersa lembab, mereka berkemas. Tas yang mereka bawa tidak terlalu besar lagi, karena sebagian beban ditinggalkan untuk memudahkan perjalanan. Andi berada dipaling depan barisan, memimpin teman - temannya yang lain, fajrin berada dipaling belakang untuk memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka mulai berjalan perlahan , tangan andi terampil mematahkan semak – semak yang ada didepanya sehingga membentuk jalan bagi teman – temannya. Tanah agak berlumpur karena kelembaban hutan, sehingga cukup sulit berjalan diatasnya. Setengah hari mereka berjalan namun hanya pemandangan yang sama yang mereka lihat, yaitu pohon besar. Bahkan tiada pohon kecil yang tampak, semak – semak pun kian menyempit dan meninggi. Pada akhirnya mereka menemukan sebuah tempat cukup luas dan kering, okta dan klara coba membersihkan tempat itu. Sementara andi dan fajrin berpencar mencari kayu bakar. Malam kembali tiba dan mereka tampak kelelahan, fajrin coba memijat kakinya  dipojok semak yang masih terjangkau oleh cahaya api unggun.  Sudah seharian mereka tidak makan, badan mereka terasa lemas. Okta mengeluarkan bebrapa buah – buah hutan yang dapat dimakan dari tasnya. Ia mengambilnya selagi dalam perjalanan. Bentuk buah – buah itu terasa asing bagi mereka , namun karena rasa lapar akhirnya mereka memakannya. Rasa buah – buah itu tidak seburuk kelihatanya.
“dari mana kau tahu buah – buah ini tidak beracun” fajrin mendekat kearah teman – temannya. “karna beberapa burung di hutan ini kulihat memakan buah ini, dan mereka baik – baik saja” okta. “ya itu alasan yang cukup untukku” fajrin mengambil beberapa dan melahapnya. Mereka memakan habis buah itu. “cukup mengenyangkan dan melegakan” andi. “ya ini bisa membantu tubuh kita bertahan untuk perjalanan esok” klara. “baiklah kurasa istirahat yang cukup juga penting” okta bergerak mengambil posisi yang nyaman untuk tidur. Mereka terlelap dengan api unggun sebagai satu – satunya sinar bagi mereka.
            Hari kedua perjalanan mereka mulai terbiasa dengan lumpur sehingga mereka dapat berjalan dengan cepat. Semak – semak pun juga mudah dibuka, dan okta mengumpulkan lebih banyak buah hutan saat dalam perjalanan. Hujan yang tidak turun, juga membantu mereka bergerak lebih cepat, celana – celana mereka sudah mulai kotor dan mereka belum menemukan sungai untuk membasunya. Tubuh mereka sudah terasa lengket karena sudah lama tidak mandi. Namun mereka tahu, pasti lama kelamaan mereka akan terbiasa. Setiap satu hari sekali mereka berhenti di satu tempat yang kering untuk tidur dimalam hari. Mereka tidak ingin mengambil resiko berjalan didalam hutan pada malam hari dengan hewan – heman buas yang siap menerkam mereka kapan saja. Sudah sekitar lima hari mereka berjalan, bahkan sungai pun tak mereka temukan, hanya pohon , itulah yang mereka lihat. Fajrin terus berdiam diri saat berjalan, okta dan klara terus berbincang dan andi terus fokus kedepan berharap mereka keluar dari pepohonan itu.
Tujuh hari sudah mereka berjalan tanpa arah. Fajrin terus menggerutu dibarisan belakang. Okta dan klara hanya berbincang sesekali. Terlihat jelas keputusasaan dari wajah mereka. Matahari terus terik seminggu itu. Seolah memberikan harapan kepada mereka berempat. Tengah hari mereka beristirahat. Hari itu adalah perjalanan paling payah mereka, karena hanya dapat berjalan setengah hari, buah – buah yang dibawa okta kini tidak menggoda lagi, mereka tampak bosan dengan buah itu. Mereka beristirahat sekitar dua jam dan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka terus berjalan hingga hari sudah mulai gelap dan akhirnya andi menemukan harapan.
          Andi yang berada paling depan akhirnya menemukan ujung dari semak lebat, yaitu sebuah tepian sungai dengan padang rumput yang luas. Air sungai itu tampak menyegarkan mereka pun berlari menuju sungai berair jernih itu, senyuman tampak jelas di wajah mereka. Andi membasuh wajahnya untuk kembali menjernihkan pikirannya. Sungai itu tidak berarus kencang, dan juga tidak dalam, ikan – ikan tampak dari tepian. Okta mengeluarkan benang pancing dan kail yang diikatkan diujungnya. “kau tahu, aku sudah bosan dengan vitamin, ini saatnya memakan protein” ia berlari ke sebuah batu besar dan mulai memancing dengan umpan cacing yang ia dapat dengan menggali tanah di tepian hutan. Ini bukan akhir dari perjalanan mereka tapi mungkin mereka akan tinggal agak lama di sana. Seperti oasis di padang pasir, sungai itu benar – benar membuat mereka nyaman.

Travel Story - Petualangan Panjang ke Pantai Pasir Putih (carita beach) 2

transportasi umum menuju pantai pasir putih
murni jaya : 50.000 (PP) berangkat dari kali deres, juga bisa menggunakan bis lain yang searah, harga tetap sama
mobil kecil menuju terminal daerah : 2000 (sebaiknya gunakan uang pas)
mobil kecil menuju pantai : 3000 (gunakanlah uang pas) 
mobil kecil dari pantai : 3000 (rute akan berbeda namun tetap akan menemukan mobil yang akan mengantar anda ke terminal antar provinsi)
mobil kecil menuju terminal antar provinsi : 2000




Rabu, 04 Januari 2012

Travel Story - Petualangan Panjang ke Pantai Pasir Putih (carita beach) part 1

Petualangan diawali pagi pada pukul 06.15 dari halte pertemuan harmoni, keadaan halte , sangat ramai dikarenakan mungkin ini hari kerja, antrian sangat panjang disetiap jurusan. Kami bertiga menunggu satu anggota lagi yang terlambat karena sudah pukul 06.30 ia masih juga belum datang. Kami memutuskan untuk langsung naik busway jurusan Jakarta kota dan memilih menuggu teman kami disana. Suasana pagi kota tua di hari kerja sangat terasa, polusi dan pantulan cahaya matahari yang menyinari gedung – gedung tua adalah dua zat berbeda di rimba Jakarta. Pukul 06.45, masih belum ada tanda – tanda kedatangan teman kami, walau sudah sekitar lima bus transjakarta yang tiba di halte ini. Kami mulai menghubunginya, untuk mengetahui lokasi tempat ia berada sekarang. Pukul 07.00, akhirnya ia tiba, kami masih mengharapkan dapat menaiki kereta pertama tujuan merak dari stasiun jakrta kota. Loket tidak terdapat antrian berarti, petugas loket menginformasikan kepada kami bahwa kereta baru saja berangkat. Kecewa, hanya itu yang ada dalam benak kami sementara. Tapi kami tidak putus asa, kami berusaha mengejar kereta dengan mikrolet 08 jurusan tanah abang, mobil ini melesat kencang kearah st.tanah abang. Masih ada secercah harapan bagi kami. Pukul  07.45, akhirnya kami tiba. Kami  melewati anak tangga untuk mencapai loket, namun lagi – lagi kami kecewa, itu tampak dari raut wajah ketiga leader yang gusar bahkan salah satunya tak mampu berdiri karena kecewanya.
Masih ada harapan, kami bergerak ke rangkas bitung dengan kereta. Tanpa pengetahuan tentang daerah tersebut, kami tetap nekat untuk mencapai tujuan kami. Pukul 08.15 kereta tiba di tanah abang, kami melawati perjalanan panjang selama 4 jam diatas kereta hingga akhirnya tiba di stasiun terakhir rangkas bitung pada pukul 12.00. kebingungan, itulah yang terjadi saat kami tiba di rangkas bitung, salah satu teman kami lalu bertanya pada supir oplet yang sedang berheti menunggu penumpang, dia memberitahu kami ada mobil yang menuju labuhan di terminal mandala yang dapat ditempuh dengan oplet tersebut. Setiba di terminal mandala kami menaiki mobil kecil menuju keduben untuk kembali melanjutkan perjalanan kearah terminal antar kota labuhan. Serangkaian perjalanan tersebut kami tempuh selama dua setengah jam perjalanan hingga sampai diterminal antar kota labuhan. Dari terminal antarkota kami kembali menaiki mobil kecil menuju terminal local yang tidak terlalu jauh dari terminal antar kota. Gerimis menemani perjalanan kami, suasana pedesaan benar – benar terasa. Setiba di terminal local, kami kembali harus naik mobil terakhir tujuan carita. Mobil melesat kencang dalam waktu 15 menit sudah tercium aroma khas pantai, kami melewati sepanjang garis pantai carita, hingga tiba di salah satu lokasi , yakni pantai pasir putih.
Langit mendung dengan sedikit gerimis tak menghalangi kami mengagumi keindahan pantai berombak tenang ini, di beberapa bibir pantai terdapat para pemancing yang sedang beraksi. Kami terus memotret sembari bermain air. Waktu menunjukan pukul dua namun langit sudah gelap. Puas bermain air, kami memutuskan untuk pulang namun sebelum pulang salah seorang dari kami menato tangannya dengan tato yang tidak permanen tentunya, kegiatan itu hanya memakan waktu 20 menit untuk menyelesaikannya. Setelah bersih bersih badan kami memutuskan untuk pulang. Didepan gerbang keluar telah menunggu sebuah mobil kecil jenis carry yang siap mengantar kami ke terminal antar provinsi Labuan. Disana kami naik mobil murni jaya tujuan kali deres. Kami beruntung dapat naik mobil tersebut karna menurut informasi bis tersebut adalah bis terakhir yang akan berangkat kejakarta.  Sekitar jam 18.30 mobil berangkat dari terminal, bergerak lambat menuju Jakarta, kondektur bis yang berada di pintu depan dan pintu belakang bis terus berteriak – teriak untuk menarik penumpang. Bis penuh sesak saat sudah memasuki serang. Nasib sial menimpa bus kami. Di depan kantor walikota tangerang bus terkena tilang karena kelebihan muatan sehingga bus harus berhenti sekitar setengah jam untuk mengurus segala sesuatunya. Saat itu waktu sudah menunjukan pukul 20.30. jam 21.00 kami kembali melanjutkan perjalanan hingga akhirnya bus masuk tol untuk kedua kalinya setelah sebelumnya masuk tol di daerah pandeglang dan sekarang didaerah balaraja. Waktu sudah menunjukan pukul 21.30. bus melaju kencang saat di jalan tol menuju gerbang tol tangerang dan keluar tol di daerah itu jam 22.15. pukul 22.45 bus akhirnya tiba di terminal kali deres, nasib sial kali ini menimpa kami uang kami tidak cukup untuk naik busway yang akan mengantar kami kerumah. Kami memberanikan diri meminta bantuan pada seorang petugas busway yang berbaik hati memberikan tumpangan kepada kami dan akhirnya kami pun pulang kerumah masing – masing dengan selamat.
saat busway dari harmoni datang ke shelter busway jakarta kota
 museum bank indonesia dikala pagi












pintu masuk utama pantai wisata pasir putih
















ikan mudskipper atau biasa disebut ikan glodok jika di indonesia, mudah ditemui dipantai ini. itu menunjukan bahwa ekosistem laut di pantai ini masih baik dan terjaga












air laut yang tenang membuat pantai ini aman untuk arena bermain anak - anak